PURWOKERTO, KOMPAS.TV - Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho menyatakan, aturan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) tidak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM).
Guru besar hukum ini mendukung wacana penghapusan SKCK karena menghambat warga mencari kerja.
"Dalam hal sisi hak asasi manusia itu (SKCK) memang sangat merugikan," kata Hibnu di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (12/4/2025).
Hibnu menilai pemberlakuan SKCK tidak relevan dalam pencarian kerja. Pasalnya, perilaku pencari kerja dapat terlihat saat wawancara oleh pihak pemberi kerja.
SKCK selama ini diterbitkan oleh Polri dan menjadi bukti tertulis seseorang berperilaku baik atau tidak pernah melakukan tindak kriminal berdasarkan data kepolisian.
Baca Juga: Kementerian HAM Usulkan Penghapusan SKCK Bagi Mantan Napi, Begini Tanggapan DPR-Polri
Hibnu menganggap SKCK membatasai hak asasi manusia dan sangat merugikan, terutama bagi narapidana ketika keluar dari lapas dan hendak mencari penghidupan layak.
Menurutnya, SKCK dapat menjadi stigma negatif bagi seseorang yang tercatat pernah melakukan tindak kriminal.
Padahal, belum tentu pekerjaan yang diinginkan yang bersangkutan selaras dengan riwayat perbuatannya.
"Jangan sampai orang mau berusaha, sudah mendapatkan stigma negatif dulu, itu yang tidak boleh," kata Hibnu dikutip Antara.
"Padahal saat sekarang, mantan narapidana kasus korupsi boleh mencalonkan diri dalam pilkada, kenapa mantan narapidana lainnya harus terkendala dalam mencari pekerjaan karena adanya catatan negatif dari kepolisian?," tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian HAM RI mengusulkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit agar SKCK dihapuskan.
Surat bertanda tangan Menteri HAM Natalius Pigai ini dikirimkan ke Mabes Polri pada 21 Maret 2025.
Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM, Nicholay Aprilindo mengatakan, usulan ini muncul usai Kementerian HAM meninjau sejumlah lapas.
Dalam kunjungan tersebut, Kementerian HAM menemukan mantan narapidana yang dipenjara kembali karena kesulitan mencari kerja dan terpaksa melakukan tindak kriminal.
Para residivis mengaku terbebani dengan persyaratan SKCK dalam mencari kerja. Aturan mengenai SKCK membuat mantan napi sulit diterima perusahaan.
Baca Juga: Pengusaha yang Laporkan Wakil Wali Kota Surabaya Minta Maaf karena Bikin Gaduh
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.