JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sebut balas dendam yang dilakukan Amerika Serikat untuk tarif impor terhadap Indonesia secara ekonomi tidak berdasar. Sebaliknya, Bhima menuturkan hitungan tarif impor 64 persen yang dibebankan Indonesia untuk produk-produk Amerika Serikat juga tidak jelas.
Hal tersebut disampaikan Bhima Yudhistira dalam tayangan Kompas Bisnis di Kompas TV, Jumat (4/4/2025).
“Semua sekarang meragukan hitung-hitungan 64% misalnya, yang disebut sebagai hambatan tarif yang dibebankan Indonesia terhadap produk Amerika, itu dasarnya tidak jelas, karena di websitenya White House atau gedung putih itu memasukkan TKDN dimasukkan, devisa hasil ekspor 100% yang wajib disimpan dalam negeri dimasukkan sebagai hitung-hitungan,” kata Bhima.
Baca Juga: PKS Dorong Pemerintah Lakukan Diplomasi Perdagangan kepada AS
“Begitu juga sebaliknya, begitu Indonesia kena tarif resiprokal atau tindakan balasan 32%, itupun dasarnya juga tidak jelas. Trump hanya bilang bahwa Indonesia mengenakan 64% terhadap produk dari Amerika, kemudian kita balas ya dengan 32%, itu sudah didiskon. Jadi Trump ingin bilang bahwa harusnya Indonesia 64%, tapi Indonesia dikasih 32% itu pun juga nggak ada dasarnya,” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Bhima, kebijakan baru Presiden AS Donald Trump akan memicu reaksi perang tarif. Sebab bagi sejumlah negara, kebijakan tarif impor yang ditetapkan Amerika Serikat tidak adil.
“Ini akan memicu reaksi yang disebut perang tarif adalah ketika negara yang merasa dinilai tidak adil oleh kebijakan tarifnya Trump itu akan menyerang balik, akan retaliasi. Nah ini yang dilakukan sebentar lagi oleh Eropa, kemudian Australia, dan negara-negara lain,” ujarnya.
Baca Juga: AS Beri Tarif Impor RI 32 Persen, Celios: Tekstil dan Otomotif Jadi Sektor Paling Terdampak
“Tapi dasar dari balas dendam Amerika ini sekali lagi secara ekonomi itu tidak berdasar,” ucapnya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru terhadap sejumlah negara. Menurut Trump, tarif resiprokal diperlukan agar Amerika Serikat mendapat perlakuan yang lebih adil dan menekan defisit anggaran.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.