JAKARTA, KOMPAS.TV - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadwalkan pengesahan revisi undang-undang TNI menjadi UU, Kamis (20/3/2025) hari ini.
Namun, hingga kini belum ada pihak dari DPR yang bersuara memastikan ada pengesahan RUU TNI dalam rapat paripurna.
“Mungkin saja (RUU TNI disahkan hari ini). Tapi saya belum tahu pasti acara paripurnanya” ujar anggota Komisi I DPR Fraksi PDI-P Mayjen (Purn) TB Hasanuddin sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR Fraksi Golkar Dave Laksono menuturkan RUU TNI akan disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR hari ini. Menurut Dave sudah tidak ada lagi perdebatan dalam revisi undang-undang TNI.
Baca Juga: Kejagung Periksa 9 Saksi Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak di Pertamina, Ini Daftarnya
Sebab dalam rapat bersama pemerintah pada Selasa (18/3/2025), seluruh fraksi di Komisi I DPR menyatakan sepakat membawa RUU TNI ke rapat paripurna.
“Jadi sebenarnya tidak ada lagi perdebatan,” ucap Dave.
Di samping itu, Dave berpendapat, perubahan pada UU Tentara Nasional Indonesia justru melimitasi keluarnya TNI dari fungsi utamanya.
“Justru dengan adanya UU ini, ini melimitasi keluarnya TNI dari fungsi utamanya dan juga memastikan supremasi sipil ini supremasi hukum itu tetap akan berjalan,” ujar Dave.
Namun demikian, Dave menganggap adanya pro dan kontra dalam Revisi UU (RUU) TNI sebagai hal yang lumrah. Sebab hal tersebut tidak akan menghalangi pengesahan RUU TNI menjadi undang-undang karena kekahawatiran publik soal hidupnya dwifungsi ABRI lewat revisi UU TNI sudah terbantahkan.
Baca Juga: Imparsial: RUU TNI Picu Demotivasi ASN
“Kalau polemik pro dan kontra sih itu hal yang lumrah. Akan tetapi sebenarnya semuanya sudah terbantahkan. Kenapa? Karena hal-hal yang berkaitan tentang kembalinya dwifungsi di TNI atau ABRI itu tidak akan mungkin terjadi, karena hal-hal yang dikatakan pemberangusan supremasi sipil itu tidak ada,” ujarnya.
Terpisah, Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, mengingatkan bahwa rakyat Indonesia sudah berjuang selama 32 tahun untuk mewujudkan supremasi sipil dan supremasi hukum, bukan supremasi senjata. Ia menegaskan jangan sampai revisi undang-undang TNI justru menegasikan atau memberi ruang bagi supremasi senjata.
“Inilah yang ingin kita ingatkan. Jangan sampai kita kembali justru mengulang kesalahan yang sama. Dulu 32 tahun kita harus berjuang untuk mewujudkan supremasi sipil dan supremasi hukum, bukan supremasi senjata,” kata Alissa.
“Jangan sampai kita kemudian justru menegasikan pengalaman 32 tahun itu dan memberikan ruang,” ujarnya.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.