JAKARTA, KOMPAS.TV - Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang tengah dibahas di DPR menjadi polemik besar. Penolakan datang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang menilai revisi ini berbahaya jika tidak melibatkan partisipasi publik dalam proses pembahasannya.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) turut menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia. PBHI menyebutkan bahwa perubahan ini tidak beralasan dan tidak ada urgensinya.
Ketua PBHI, Julius Ibrani, menilai bahwa TNI belum menyelesaikan mandat reformasi yang ada, sehingga dianggap tidak ada urgensinya untuk mengubah Undang-Undang TNI. Julius juga mengkritik pelibatan TNI dalam jabatan sipil, yang justru bisa menimbulkan berbagai masalah.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno, mengatakan bahwa revisi Undang-Undang TNI yang tengah dibahas di DPR tetap berpegang pada semangat dan cita-cita reformasi. Eddy menegaskan bahwa revisi Undang-Undang TNI akan tetap menjunjung supremasi sipil.
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, yang terdiri dari KontraS, menggedor pintu rapat Panja RUU TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta. Mereka membawa poster dan tiga orang aktivis mendesak masuk sambil menyampaikan kritik terhadap anggota DPR yang sedang rapat tertutup pada Sabtu kemarin.
Pasca-kejadian tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil dari KontraS melaporkan adanya teror dan ancaman setelah mereka menggeruduk rapat revisi Undang-Undang TNI antara DPR dan Pemerintah di sebuah hotel di Jakarta. Mereka mengaku menerima intimidasi yang dinilai dapat membungkam kritik publik terhadap pemerintah.
Baca Juga: Usman Hamid Ungkap Kronologi Intimidasi yang Dialami KontraS Usai Geruduk Rapat RUU TNI di Fairmont
#ruutni #kontras #ancaman
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.