JAKARTA, KOMPAS.TV - Kuasa Hukum tersangka Hasto Kristiyanto, Ronny Tapalessy, menilai keterangan ahli yang dihadirkan KPK dalam sidang Selasa, (11/2/2025) justru memperkuat dalil-dalil dalam permohononan praperadilan.
Pertama tentang alat bukti bukan hanya tentang kuantitas, namun juga tentang kualitas dari alat bukti tersebut yaitu relevan, kredibel, dan diperoleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Untuk mencapai keadilan substantif, Ahli Azmi Syahputra berpendapat bahwa dalam praperadilan relevansi alat bukti bisa diuji dalam praperadilan, sedangkan Ahli Taufik Rachman berpendapat bahwa relevansi Alat Bukti hanya bisa dinilai dalam pokok perkara, namun perlu digaris bawahi, Ahli Taufik Rachman menganggap ini adalah kelemahan dalam Hukum Acara Pidana Indonesia,” kata Ronny.
Kemudian tentang perolehan alat bukti, Ronny menuturkan ahli sepakat tidak boleh ada tekanan, intimidasi dalam bentuk apapun dalam pemeriksaan saksi. Dalam keadaan normal, aparat penegak hukum harus memperkenalkan diri sebelum memanggil, menggeledah, dan penyitaan.
Ronny lebih lanjut menyampaikan, ahli dalam keterangannya di persidangan tidak melihat adanya unsur obstruction of justice dalam kasus kliennya.
Baca Juga: Prabowo Diminta Berani Tindak Raja Kecil: Sebagai Presiden kan Punya Power untuk Itu
“Bila barang yang berkaitan dengan tindak pidana tidak rusak dan ada pada Penyidik, maka menurut Ahli tidak terlihat unsur obstruction of justice. Saat diilustrasikan tentang penghalangan di PTIK, Ahli menganggap ini bukan obstruction of justice,” ujar Ronny.
“Tindak Pidana obstruction of justice, harus tindak pidana pokoknya setidak-tidaknya harus ada sprindik dulu. Hal ini bertentangan dengan pengeluaran Sprindik KPK yang mana nomor Sprindik obstruction of justice (No. 152) lebih dulu keluar dari nomor Sprindik Tindak pidana suap (No. 153),” lanjutnya.
Dalam sidang, Ronny menuturkan ahli juga berpendapat harus ada pengumpulan alat bukti terlebih dahulu baru penetapan Tersangka.
“Pada saat gelar perkara, Alat Bukti sudah harus terlebih dahulu dikumpulkan, sehingga tidak perlu dicari lagi Alat Bukti (berhubungan dengan pernyataan KPK yang mencari Alat Bukti setelah menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka),” kata Ronny.
Baca Juga: Pengamat: Ada Aspek Ketidakadilan dalam Proses Efisiensi Anggaran Pemerintahan Prabowo
Sementara untuk kedudukan SOP KPK, Ronny menilai ahli menyamakan SOP KPK dengan PERJA, PERKAPOLRI, dan PERMA. Menurutnya, hal tersebut kurang tepat karena SOP KPK adalah Peraturan Kebijakan (beleid regels) yang saat ini lembaga pengujiannya tidak ada di Indonesia.
“Ini berbeda dengan PERJA, PERKAPOLRI, dan PERMA yang bisa diuji di Mahkamah Agung (judicial review),” kata Ronny.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.