JAKARTA, KOMPAS.TV - Rapat Paripurna DPR RI pada 4 Februari lalu mengesahkan revisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Dalam revisi tata tertib tersebut, DPR menyelipkan ketentuan baru di Pasal 228A.
Di Ayat 1 tertulis bahwa dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menegaskan bahwa tambahan kewenangan dalam tata tertib DPR hanya berlaku secara internal.
Menurutnya, kewenangan baru tersebut hanya melengkapi fungsi pengawasan DPR yang sudah ada sebelumnya.
Namun, banyak pihak khawatir bahwa ketentuan dalam tata tertib tersebut akan memperluas kewenangan DPR sehingga dapat mengevaluasi bahkan mencopot pejabat negara, seperti pimpinan KPK atau hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, menilai bahwa dengan aturan ini, DPR berupaya mengontrol semua lembaga negara.
Menurutnya, pejabat negara yang dipilih DPR bukan merupakan wakil atau mandat dari DPR.
Sementara itu, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna, menyebut bahwa evaluasi atau pemberhentian hakim MK oleh DPR tidak logis dan tidak sesuai undang-undang.
Ia menegaskan bahwa fungsi pengawasan DPR hanya berlaku terhadap lembaga eksekutif, bukan ke lembaga peradilan.
Saat ini, DPR terlibat dalam pemilihan 1.787 pejabat di 36 lembaga dan komisi negara.
Namun, aturan baru DPR ini dikhawatirkan dapat mengganggu independensi, termasuk dalam penegakan hukum.
Baca Juga: Polemik Tafsir Tatib DPR Bisa Copot Pejabat Negara
#tatibdpr #dpr #pejabat #tatatertib
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.