JAKARTA, KOMPAS TV – Komisi III DPR RI menyoroti dugaan Kapolda Kalimantan Barat (Kalbar) Irjen Pipit Rusmanto melindungi anggotanya, Briptu AR yang menembak mati seorang warga Dusun Mendauk, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, bernama Agustino.
Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan mengungkapkan, pihaknya telah menjadwalkan kunjungan spesifik ke Polda Kalbar pada Kamis, 13 Februari 2025 untuk meminta klarifikasi terkait kasus ini.
"Pada 13 Februari 2025, Komisi III akan melakukan kunjungan spesifik ke Polda Kalbar," ujar Hinca kepada wartawan, Kamis (6/2/2025).
Baca Juga: Anggota Komisi III DPR Minta Kapolri Evaluasi Kinerja Kapolda Kalbar, Ini Alasannya
Politikus Partai Demokrat ini menegaskan, kunjungan tersebut bertujuan menggali lebih dalam beberapa isu yang berkembang di masyarakat.
Termasuk dugaan kurangnya transparansi dalam pengusutan kasus penembakan tersebut.
"Kami ingin menanyakan langsung mengenai penanganan kasus ini dan dugaan keterlibatan Kapolda Kalbar dalam melindungi anggotanya yang terlibat," kata Hinca.
Namun, saat ditanya apakah Komisi III akan mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi posisi Irjen Pipit Rusmanto, Hinca enggan berkomentar lebih jauh.
"Kita lihat dulu bagaimana perkembangan kasus ini setelah kunjungan nanti," ujarnya.
Kompolnas Soroti Ringannya Sanksi Etik terhadap Briptu AR
Dikonfirmasi terpisah, Komisioner Kompolnas Yusuf Warshim juga menyoroti adanya kejanggalan dalam penanganan kasus ini, terutama terkait sanksi etik terhadap Briptu AR.
Dalam sidang etik yang digelar Polda Kalbar, Briptu AR hanya dijatuhi hukuman demosi selama tiga tahun dan penempatan khusus selama 30 hari.
Yusuf menilai hukuman tersebut tidak sebanding dengan perbuatannya, meskipun proses pidana terhadap Briptu AR tetap berjalan.
"Sanksi etik demosi ini memang menjadi sorotan karena dinilai tidak sebanding dengan pelanggaran yang dilakukan," ujar Yusuf.
Baca Juga: Anggota Komisi III DPR Bakal Tanya Kapolri soal Anak Nelayan Asal NTT yang Gagal Tes Polwan
Ia menegaskan, Kompolnas akan mendalami kembali pemberian sanksi ini dengan mengacu pada Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Dalam aturan tersebut, dijelaskan secara tegas kategori pelanggaran ringan, sedang, dan berat.
"Terkait sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam Perpol dapat diberikan kepada pelanggaran sedang dan berat, tergantung dari tingkat keseriusan perbuatan pelanggar," kata Yusuf.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.