JAKARTA, KOMPAS.TV – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna sebut perubahan Tata Tertib DPR no 1 tahun 2020 yang menyelipkan pasal kewenangan bagi DPR untuk mencopot pejabat negara merusak sistem bernegara.
Hal tersebut disampaikan Palguna dalam dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV dengan tema ‘Tatib Direvisi, DPR Bisa Copot Pejabat Negara’, Kamis (6/2/2025).
“Bagaimana saya ndak mengatakan itu merusak sistem bernegara, kalau itu kemudian diartikan seperti yang dikatakan oleh Pak Bob Hasan (Ketua Baleg DPR sekaligus Kader Partai Gerindra). Mudah-mudahan beliau tidak mengingkari pernyataan yang tadi dikutip oleh Kompas TV ya, jadi ada jejak digital dari perkataan beliau,” ucap Palguna.
Baca Juga: Pengamat: Ada Tukar Guling Kebijakan IKN dan PSN di Pemerintahan Jokowi
Palguna pun memberi contoh dampak buruk dalam masalah konstitusi jika tatib DPR itu disebut bisa mengevaluasi keputusan bahkan sampai memberhentikan hakim konstitusi. Sebab, Pasal 24C ayat (6) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
“Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan anggota di ayat 3, yang ditetapkan oleh presiden yang diajukan masing-masing tiga orang oleh, bukan berasal dari, diajukan masing-masing tiga orang oleh, artinya tiga lembaga itu, dalam hal ini DPR, Mahkamah Agung, dan presiden itu adalah hanya sebagai lembaga pengaju,” tegas Palguna.
“Jadi hakim konstitusi, namanya juga hakim, dia bukan representasi dari tiga lembaga itu. Dia adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang menurut undang-undang dasar dan seluruh ketentuan di dunia ini, dia mempunyai independensi,” lanjut Palguna.
Baca Juga: Abraham Samad Dukung KPK Berani Usut Kasus PSN: Karena Agung Sedayu Bisa Intervensi Proses Hukum
Sementara Tatib DPR, kata Palguna, seharusnya mengikat ke dalam bukan justru menertibkan hal-hal di luar DPR.
“Misalnya kapan putusan bisa ambil, bagaimana tata cara memilih ketua dan wakil ketua. Kalau anggota ada yang melanggar bagaimana tata cara menjatuhkan sanksinya, mesti dibentuk kalau terjadi pelanggaran, bagaimana cara mengambil keputusan, kuorum kehadirannya seperti apa dan kuorum pengambilan keputusan gimana, itu isinya,” ujar Palguna.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.