JAKARTA, KOMPAS TV – Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi mengkritik tajam revisi Peraturan DPR No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR.
Terutama terkait Pasal 228A yang mempertegas fungsi pengawasan DPR terhadap calon penyelenggara negara yang dipilih melalui mekanisme politik di DPR.
Hendardi menilai, revisi itu merupakan bentuk supremasi parlemen yang melampaui prinsip pembagian kekuasaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945.
Bila dibiarkan, hal ini dapat membuka ruang transaksi politik dan negosiasi kepentingan yang merugikan rakyat.
"DPR seharusnya berfokus pada tugas utamanya, yaitu pembentukan undang-undang, pengawasan terhadap implementasi UU, serta fungsi penganggaran yang berkualitas. Bukan merancang ranjau politik yang hanya bertujuan untuk memaksa kepatuhan buta kepada parlemen," ujarnya dalam keterangannya, Rabu (5/2/2025).
Baca Juga: Ubah Tatib Kilat dan Bisa Copot Pejabat Negara, DPR Dinilai Salah Kaprah Melebihi Zaman Orde Baru
Menurutnya, revisi ini adalah bentuk intervensi yang keliru terhadap prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
"Memang tidak ada penyebutan pencopotan pejabat, tetapi frase dalam Pasal 228A Ayat (2) menyebutkan hasil evaluasi bersifat mengikat. Ini tentu bisa berujung pada pencopotan pejabat negara jika hasil evaluasi DPR merekomendasikan hal tersebut," ujar Hendardi.
Menurutnya, peraturan internal DPR seharusnya hanya mengatur urusan kelembagaan dan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan DPR.
Namun, Pasal 228A justru berpotensi melemahkan independensi lembaga negara seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Bank Indonesia (BI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Yudisial (KY), yang seharusnya dilindungi oleh Undang-Undang.
Hendardi menegaska, revisi ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945.
"Frase ‘menurut UUD’ dalam Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 bertujuan untuk menjamin independensi lembaga-lembaga negara. Tidak boleh ada aturan yang melemahkan lembaga-lembaga ini, baik yang dibentuk oleh UUD maupun UU lainnya," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyebut revisi ini melampaui puluhan undang-undang sektoral yang memberikan jaminan independensi kepada lembaga-lembaga negara.
Dengan kewenangan evaluasi yang baru, DPR berpotensi membonsai independensi lembaga-lembaga tersebut.
Hendardi juga menyoroti pemahaman DPR yang keliru terkait fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 20A Ayat (1) UUD 1945.
Menurutnya, fungsi pengawasan DPR seharusnya ditujukan untuk memastikan pelaksanaan undang-undang, bukan mengawasi individu pejabat negara secara personal.
"Dalam sistem presidensial, kewenangan DPR untuk menyetujui pencalonan atau memilih pejabat negara semata-mata untuk memastikan adanya kontrol dan keseimbangan antar-lembaga, bukan untuk memberikan DPR kekuasaan absolut atas pejabat yang telah dipilih," katanya.
Oleh karena itu, peraturan DPR yang cacat secara formil dan materiil ini sebaiknya tidak perlu diundangkan.
Jika sudah terlanjur diundangkan, masyarakat bisa menggugatnya ke Mahkamah Agung untuk segera dibatalkan.
Baca Juga: DPR Ubah Tatib Kilat, Bisa Copot Komisioner KPK hingga Hakim MK
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menyatakan, pihaknya memiliki kewenangan untuk mengevaluasi pejabat yang dipilih melalui uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test.
Jika pejabat tersebut dinilai tidak berkinerja baik, DPR dapat memberikan rekomendasi pemberhentian.
Bob menjelaskan, revisi Tatib DPR yang baru mengatur mekanisme evaluasi berkala terhadap pejabat yang telah disetujui dalam rapat paripurna.
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kinerja mereka sesuai dengan standar yang ditetapkan.
"Rekomendasi pemberhentian merupakan ujung dari wewenang DPR dalam mengevaluasi pejabat yang telah ditetapkan melalui fit and proper test. Namun, keputusan akhir tetap berada pada pihak berwenang," kata Bob Hasan di gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/2/2025), seperti dikutip dari Kompas.com.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.