JAKARTA, KOMPAS.TV - Joannes Hofhout, bersama 29 pasien lainnya dibawa dari Batavia (Jakarta) ke Cipanas pada tahun 1759. Para pasien ini harus segera dipindahkan ke rumah sakit yang lebih bersih dan terutama berudara sejuk.
Batavia kala itu sangat tidak sehat. Udara berbau busuk menyebabkan nyamuk malaria leluasa menggerogoti tubuh warga Belanda. Korban nyawa berjatuhan tanpa pertolongan.
Perjalanan dari Batavi ke Cisarua Bogor bukan perkara mudah. Butuh waktu enam hari untuk tiba di tujuan. Para pasien mula-mula diangkut dengan perahu dari rumah sakit ke lapangan dekat di Jakarta, di mana telah menunggu sejumlah pedati yang masing-masing ditarik dua ekor sapi.
Seperti dikutip Majalah Intisari tahun 1976, satu pedati mengangkut dua pasien yang dialasi jerami dan atap pelindung. Meski begitu, perjalanan jauh dari kata nyaman sebab goncangan pedati yang rodanya terbuat dari kayu sangat menyiksa.
Saat fajar menyingsing, rombongan pasien berhenti untuk beristirahat. Houfhot dan rekan-rekannya menyuruh tukang pedati memasak kopi dengan api kayu. Sesudah itu mereka baru tidur nyenyak di reremputan.
Pimpinan rombongan seorang dokter pembantu dari rumah sakit Cipanas. Dia selalu mendahului rombongan agar bisa mempersiapkan segala kebutuhan saat beristirahat di pesanggrahan atau rumah kepala desa.
Malamnya, seorang pasien meninggal dunia. Karena kondisi darurat pasien pun dikubur di hutan. Di tempat ini rombongan beristirahat selama dua hari untuk menyimpan tenaga, sebab perjalanan selanjutnya harus mendaki pegunungan yang berat.
Setelah cukup istirahat, pada hari kelima rombongan meneruskan perjalanan. Kali ini mereka tidak menggunakan pedati. Para pasien diletakkan di punggung sapi, dengan diikatkan pada leher dan ekornya agar pasien dapat berpegangan erat selam perjalanan berat.
Karena medan yang berat, hutan lebat dan pegunungan, rombongan pun tersesat di hutan kawasan Puncak. Namun setelah melalui perjalanan yang melelahkan, akhirnya rombongan tiba di sebuah kampung yang berada di kawasan Cipanas. Tapi hari sudah larut, mereka hanya bisa merebahkan badan dan makan ala kadarnya.
Pada hari keenam, barulah rombongan pasien di bawa ke rumah sakit di Cipanas dalam kondisi semua sudah kelelahan. Nyaris satu pekan mereka di perjalanan melalui sungai tanpa jembatan, hutan, dan gunung.
Itulah gambaran kawasan Puncak pada abad 18, medan yang berat namun jadi tempat tujuan orang-orang yang ingin tetirah sambil menghilangkan penyakit.
Musim Buruk Daendels
Ketika Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels tiba di Jawa, salah satu karya fenomenalnya adalah Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Namun saat melintasi kawasan puncak dia diingatkan akan cuaca yang tak bersahabat. Kala itu, para bawahannya menjelaskan bahwa perjalanan tak mungkin dilakukan pada "musim buruk".
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.