Kompas TV nasional politik

Soal Polemik Pagar Laut, Pengamat Ingatkan Pemerintah untuk Bisa Keluar dari Tekanan Pihak Tertentu

Kompas.tv - 29 Januari 2025, 13:53 WIB
soal-polemik-pagar-laut-pengamat-ingatkan-pemerintah-untuk-bisa-keluar-dari-tekanan-pihak-tertentu
Sejumlah nelayan bersama personel TNI AL membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). (Sumber: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pengamat hukum dan politik Pieter C Zulkifli mengingatkan kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan polemik pemasangan pagar laut di pesisir Tangerang, Banten.  

Menurut dia, sikap pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini menjadi cerminan apakah kebijakan yang dikeluarkan negara berdasarkan landasan hukum atau justru karena tekanan dari pihak tertentu.

"Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, tetapi juga menjadi cerminan apakah kebijakan negara mampu berdiri tegak di atas landasan hukum dan keadilan sosial, atau justru terombang-ambing oleh tekanan pihak tertentu," kata Pieter dalam keterangannya, Rabu (29/1/2025).

Baca Juga: Wakil Ketua Komisi III Desak Polisi Usut Dugaan Pidana Pagar Laut di Tangerang, Bisa Ganggu Prabowo

Ia mempertanyakan bagaimana proyek besar seperti itu bisa luput dari pengawasan pemerintah. Apalagi, isu yang berkembang sejauh ini adalah pagar laut tersebut berkaitan dengan proyek perluasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, sebuah Proyek Strategis Nasional (PSN) era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Namun, pihak pengembang telah membantah keterlibatan mereka," kata mantan Ketua Komisi III DPR RI tersebut.

Dia berharap penyelidikan dan penyidikan oleh lembaga yang berwenang harus mampu mengungkap aktor utama di balik pembangunan pagar laut tersebut. Pieter bahkan meminta pemerintah untuk bersikap tegas jika ditemukan adanya pelanggaran hukum.

Bagi dia, kasus pagar laut ini merupakan ujian bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk menunjukkan komitmennya terhadap penegakan hukum dan keadilan.

"Di tengah berbagai spekulasi dan tekanan, pemerintah perlu mengambil langkah yang tidak hanya tegas tetapi juga bijaksana, demi menjaga kepercayaan publik dan memastikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata dia.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mencabut Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah tersebut setelah memeriksa dokumen yuridis, prosedur administrasi, dan kondisi fisik material tanah.

Pieter menyebut, menurut Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, definisi tanah meliputi permukaan bumi, tubuh bumi di bawahnya, serta yang berada di bawah kolom air.

Artinya, baik perairan pesisir maupun yang ada di danau atau sungai termasuk dalam definisi tanah. Pasal 1 ayat (4) UUPA menyatakan dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi yang di bawahnya serta yang berada di bawah air.

"Khusus untuk tanah yang berada di bawah kolom air, tak bisa melepaskan diri dari peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Spesifikasinya sebagai berikut, bila yang dimanfaatkan adalah kolom airnya, maka masuk dalam regulasi di wilayah otoritas Kementerian KKP untuk tingkat pusat, untuk tingkat daerah adalah bupati atau dinas terkait," kata Pieter.

Selain itu, kata dia, ini diperkuat dengan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan yang mengatur pendirian, penempatan, dan/atau pembongkaran bangunan di laut. Dengan demikian, secara yuridis, hak atas perairan dapat disertifikatkan.

Baca Juga: Eks Penyidik KPK: Tindakan Kejagung Tepat Melihat Kejanggalan Kasus HGB Pagar Laut

Mengerucut pada ayat (3) pasal a quo, dijabarkan lebih rinci bahwa di atas dan atau di bawah permukaan laut secara menetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yakni berupa mengapung di permukaan laut, berada di kolom air: dan atau berada di dasar laut. Berdasarkan UU di atas, secara yuridis atau hukum, hak atas perairan dapat disertifikatkan.

"Artinya, langkah Nusron Wahid dalam mencabut sertifikat tanah di kawasan ini sangat berlebihan, alih-alih menimbulkan kontroversi. Sebagai pejabat publik, dia seharusnya berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berdampak luas," katanya.


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x