JAKARTA, KOMPAS.TV – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas persentase pencalonan presiden atau presidential threshold membuka pintu bagi calon kandidat untuk maju di Pemilihan Presiden (Pilpres), tetapi ada sejumlah faktor lain yang akan diperhitungkan.
Pendapat itu disampaikan oleh analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, dalam dialog Kompas Petang di KompasTV, Sabtu (4/1/2025).
Dengan putusan MK tersebut semua partai politik peserta pemilu dapat mencalonkan presiden, tidak hanya partai yang menguasai 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara nasional.
Baca Juga: MK Hapus Presidential Threshold, Yandri PAN: Kita Masih Setia Sama Pak Prabowo
“Secara teoritik memang pintu lebih terbuka buat calon non-petahana untuk maju menguji peruntungan dalam Pilpres 2029. Tetapi secara praktis, seara real politics, tunggu dulu,” kata Burhanuddin.
Menurutnya, ada banyak variabel yang akan dihitung oleh para politisi untuk mengajukan diri sebagai calon presiden, karena tidak mudah maju dalam konteks pilpres di Indonesia.
“Pertama, dilihat dari sudut pandang potensi keterpilihan, karena politisi itu makhluk paling rasional, jadi mereka pasti melihat intensif atau disintensif kalau misalnya memaksakan maju dengan elektabilitas yang rendah, meskipun punya partai sekalipun.”
Kedua, faktor logistik. Ia berpendapat tidak mudah menjangkau pemilih yang jumlahnya 204 juta di Indonesia yang berbentuk negara kepulauan.
“Jadi meskipun punya partai kalau isi tasnya kurang ya berat juga untuk menandingi petahana yang sudah punya investasi elektoral lima tahun sebelumnya,” kata dia.
“Jadi secara riil politik, saya kira banyak politisai yang akan berhitung panjang sebelum memutuskan untuk maju, apalagi kalau peluang dipilihnya kecil,” ucapnya menegaskan.
Artinya, kata Burhanuddin, kalaupun masih kalah dalam survei prapemilu tetapi masih mungkin mengejar, bisa saja politisi tersebut akan maju, menambah opsi dalam kertas suara di luar dari capres petahana.
“Tetapi kalau logistiknya kurang, saya kira juga akan berhitung panjang.”
“Tapi lagi-lagi ini satu keputusan yang patut kita sambut. Dari dulu sikap saya adalah kita harus menurunkan barrier to entry supaya putra putri terbaik bangsa punya kesempatan untuk maju dalam konteks pilpres,” imbuhnya.
Baca Juga: Putusan MK soal Presidential Threshold Tuai Ragam Tanggapan, dari Mahfud hingga Jokowi
Sebelumnya, Kompas.tv memberitakan, MK mengabulkan perkara pengujian konstitusionalitas ketentuan presidential threshold atau syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tahun 2017.
Perkara-perkara tersebut, antara lain nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dkk, perkara 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan Dian Fitri Sabrina dkk, perkara 101/PUU-XXII/2024 yang diajukan Hadar N Gumay dan Titi Anggraini, serta perkara 129/PUU-XXII/2024 yang diajukan Gugum Ridho Putra dkk.
Dalam pasal 222 Undang-Undang Pemilu tercantum aturan, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusung partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara 25 persen dari suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.