Kompas TV nasional politik

Cak Imin Belum Putuskan Maju Jadi Capres di Pilpres 2029, Meski Presidential Threshold Dihapus

Kompas.tv - 4 Januari 2025, 06:00 WIB
cak-imin-belum-putuskan-maju-jadi-capres-di-pilpres-2029-meski-presidential-threshold-dihapus
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin saat membuka kegiatan Sekolah Pemimpin (Sespim) Perubahan Wilayah 6, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Tengah, Sabtu (3/8/2024). (Sumber: Dokumen Humas DPP PKB)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Iman Firdaus

 

JAKARTA, KOMPAS TV - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan,  belum memutuskan apakah akan maju sebagai capres atau tidak di Pilpres 2029 mendatang.

Pernyataan Cak Imin ini merespons  putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 62/PUU-XXII/2024. Salah satu putusannya ialah menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Masih panjang (untuk maju atau tidak jadi capres di Pilpres 2029), masih lama," kata Cak Imin di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (3/1/2025), seperti dikutip dari laporan jurnalis Kompas TV.

Baca Juga: Putusan MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen, Mantan Menkumham: Mengurangi Pemaksaan Koalisi

Cak Imin pun menyinggung dirinya juga bisa maju menjadi peserta Pilpres 2024, meski masih ada presidential threshold 20 persen. Kala itu, ia menjadi calon wakil presiden dari Anies Baswedan. 

"Kemarin (Pilpres 2024) juga bisa maju. Nanti maju, nggak tahu masih panjang. Trauma nggak itu? Trauma kalah. Belum tahu ngerasain kalah sih," katanya. 

Ia menyebut, dalam menindaklanjuti putusan tersebut, parlemen harus segera melakukan revisi undang-undang pemilu. 

"Kalau keputusan MK siapapun harus tunduk. Problemnya adalah ada satu bab di situ dari keputusan itu mengembalikan kepada pembuat undang-undang, nanti ya tergantung fraksi-fraksi di DPR," ujarnya. 

Namun, menurutnya, banyaknya pasangan calon yang maju dalam pesta demokrasi belum tentu akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas. 

"Semua menyambut cairnya demokrasi, tapi kita juga punya pengalaman kalau terlampau banyak calon yang nggak realistis juga," ujarnya.

Sebelumnya, Hakim MK Saldi Isra menjelaskan alasan pihaknya mengabulkan gugatan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam pasal 222 Undang-Undang Pemili tercantum aturan, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusung partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara 25 persen dari suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.

Saldi menjelaskan, dengan dikabulkan aturan itu membuat setiap partai politik yang terdaftar sebagai peserta pemilu bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Baca Juga: Respons Jokowi soal Penghapusan Presidential Threshold 20 Persen: Kita Harus Hormati

Menurut Saldi, dengan adanya aturan itu hanya membuat polarisasi yang terjadi di masyarakat, karena hanya melahirkan dua pasangan calon. Bahkan, bila terus dibiarkan dikhawatirkan nantinya malah terjebak untuk menghadirkan satu pasangan calon dalam gelaran pilpres.

"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," ujar Saldi saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x