JAKARTA, KOMPAS TV - Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.
Meski demikian, dia mengatakan dirinya sempat berpendapat bahwa presidential threshold merupakan ruang open legal policy (OLP), yaitu wilayah yang menjadi kewenangan DPR dan tidak boleh dibatalkan oleh MK.
"Dulu saya selalu bersikap bahwa urusan threshold itu adalah ruang open legal policy (OPL) yang menjadi wewenang Lembaga Legislatif dan tak boleh dibatalkan atau ditentukan oleh MK," tulis Mahfud lewat akun Instagram pribadinya, @mohmahfudmd, Kamis (2/1/2025), dikutip pada Jumat (3/1/2025).
Baca Juga: Sosok 4 Mahasiswa UIN yang Minta MK Hapus Presidential Threshold, Singgung Moralitas Demokrasi
Putusan MK nomor 62/PUU-XXII/2024, kata mantan Ketua MK itu, harus diterima dan ditaati.
"Pertama, karena adanya dalil bahwa putusan hakim yang sudah inkracht itu mengakhiri konflik dan harus dilaksanakan."
"Kedua, karena adanya threshold selama ini sering digunakan untuk merampas hak rakyat maupun parpol untuk dipilih maupun memilih," jelasnya.
Mahfud menganggap putusan ini sebagai sebuah era baru dalam demokrasi Indonesia. Ia mengapresiasi keberanian MK untuk mengambil langkah ini setelah sekian lama menolak belasan permohonan serupa dari masyarakat karena alasan OPL.
"Sekarang, setelah banyak hak konstitusional yang terampas oleh threshold, maka MK baru membuat pandangan baru yang mengikat dan harus dilaksanakan. Saya salut kepada MK yang berani melakukan judicial activism yang sesuai dengan aspirasi rakyat," katanya.
Sebelumnya, Hakim MK Saldi Isra menjelaskan alasan pihaknya mengabulkan gugatan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden 20 persen yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam pasal 222 Undang-Undang Pemilu tercantum aturan, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusung partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara 25 persen dari suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.
Saldi menjelaskan, dengan dikabulkannya gugatan tersebut, setiap partai politik yang terdaftar sebagai peserta pemilu, bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca Juga: Tok! MK Hapus Presidential Threshold: Bertentangan dengan UUD
Menurut Saldi, ketentuan presidential threshold 20 persen hanya membuat polarisasi di masyarakat, karena melahirkan dua pasangan calon. Bahkan, bila terus dibiarkan dikhawatirkan nantinya malah terjebak untuk menghadirkan satu pasangan calon dalam gelaran pilpres.
"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," ujar Saldi saat membacakan pertimbangan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.