Kompas TV nasional politik

MK Hapus Presidential Threshold, Politikus Golkar: Perubahan UU Sebaiknya Dilakukan DPR & Pemerintah

Kompas.tv - 3 Januari 2025, 07:15 WIB
mk-hapus-presidential-threshold-politikus-golkar-perubahan-uu-sebaiknya-dilakukan-dpr-pemerintah
Waketum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia saat ditemui di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Minggu (11/8/2024). (Sumber: Adhyatsa Dirgantara/Kompas.com)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi II DPR dari Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengaku menghormati dan siap menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas persentase pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen.

Doli mengaku putusan MK yang menghapus ketentuan presidential threshold dalam Undang-Undang (UU) Pemilu 2017 tersebut cukup mengejutkan.

Namun, menurutnya perubahan undang-undang semestinya dilakukan pembuat undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.

"Saya selalu mengatakan, sebaiknya perubahan UU dibuat oleh pembuat UU, yakni DPR dan pemerintah. Saya mengambil hikmahnya," kata Doli dalam program "Sapa Indonesia Malam" Kompas TV, Kamis (2/1/2025).

Saat membacakan putusan pada Kamis, MK memerintahkan DPR dan pemerintah selaku pembuat undang-undang, untuk menindaklanjuti Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.

Doli pun menyebut putusan itu dapat menjadi momentum untuk sekaligus merevisi UU Pemilu dan Pilkada. 

Baca Juga: Alasan MK Hapus Presidential Threshold 20%: Bertentangan dengan Konstitusi dan Rawan Ada Polarisasi

"Buat saya, hikmahnya kita tidak boleh lagi menunda-nunda soal revisi UU Pemilu dan UU Pilkada termasuk di dalamnya, termasuk kalau saya mengusulkan UU Partai Politik," katanya.

Politikus Golkar itu berpendapat, ambang batas persentase pencalonan presiden seharusnya tidak dihapus. Menurutnya, ambang batas sebaiknya sekadar diturunkan menjadi 5 atau 10 persen.

"Tidak dihapus, karena saya berpandangan bahwa sebenarnya kita kan ingin mencari satu orang yang terbaik dari 280 juta orang, maka proses seleksinya tidak boleh sembarangan, harus ketat," kata Doli.

Sementara anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraeni, menyebut putusan MK tidak akan membuat parpol sembarang mencalonkan presiden.

Titi mencontohkan, pada 2004, saat ambang batas pencalonan sebesar 3 persen kursi parlemen, hanya ada lima calon presiden.

Menurutnya, parpol akan mempertimbangkan berbagai hal untuk mencalonkan presiden. Sehingga, syarat pencalonan yang dilonggarkan tidak akan memengaruhi kualitas calon yang diusulkan.

"Kata Mahkamah (Konstitusi), pembuat undang-undang juga perlu mengatur, agar tidak sembarang mencalonkan," katanya.

Titi menyampaikan, MK telah menetapkan agar parpol tidak sembarang menentukan calon presiden. Parpol yang tidak menggunakan hak mencalonkan pun bisa disanksi hingga tidak boleh menjadi peserta pemilu berikutnya.

Dia pun mengapresiasi langkah MK yang menghapus ambang batas persentase pencalonan presiden. Pembatasan pengajuan calon presiden menurutnya rentan menimbulkan polarisasi dan ketidakadilan terhadap partai non-parlemen.

"Itulah pentingnya punya pengadilan yang independen dan mandiri di sebuah negara demokrasi, dia akan menjadi bagian yang konkret dari pengawal demokrasi dan konstitusi," katanya.

Baca Juga: Hapus Presidential Threshold, MK: Parpol Tak Usung Capres Sanksi Tak Ikut Pemilu Lagi


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x