Kompas TV nasional hukum

Alasan Hakim Anwar Usman dan Daniel Yusmic Tak Sepakat Soal Putusan Presidential Threshold Dihapus

Kompas.tv - 2 Januari 2025, 19:13 WIB
alasan-hakim-anwar-usman-dan-daniel-yusmic-tak-sepakat-soal-putusan-presidential-threshold-dihapus
Anwar Usman saat masih menjabat Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Terdapat dua hakm konstitusi yang mengajukan perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam putusan uji materiil penghapusan presidential threshold ini, yakni Daniel Yusmic dan Anwar Usman yang juga adik ipar Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). (Sumber: KOMPAS TV/ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/tom.)
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) resmi menghapus ketentuan ambang batas persentase pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam sidang putusan pada Kamis (2/1/2025). Mayoritas hakim konstitusi sepakat menghapus ketentuan yang tertuang dalam Pasal 222 UU Pemilu tersebut.

Akan tetapi, terdapat dua hakm konstitusi yang mengajukan perbedaan pendapat (dissenting opinion) dalam putusan ini, yakni Daniel Yusmic dan adik ipar Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi, Anwar Usman.

"Terhadap putusan Mahkamah, terdapat dua hakim yang berpendapat berbeda, yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan sebagaimana dikutip Antara, Kamis (2/1).

Baca Juga: Alasan MK Hapus Presidential Threshold 20%: Bertentangan dengan Konstitusi dan Rawan Ada Polarisasi

Anwar dan Daniel menilai para pemohon yang mengajukan perkara tersebut seharusnya tidak memiliki kedudukan hukum karena bukan berasal dari kalangan partai politik. Perkara ini diajukan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.

Anwar dan Daniel beranggapan pihak yang punya kedudukan secara hukum untuk mengajukan uji materi Pasal 222 UU Pemilu adalah partai politik, gabungan partai politik peserta pemilu, atau individu  yang memiliki hak dipilih dan didukung untuk mencalonkan atau dicalonkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Kedua hakim itu menyatakan kategori tersebut telah menjadi pedoman MK dalam 33 kali uji materi Pasal 222 UU Pemilu.

Anwar dan Daniel pun menilai MK seharusnya mengendalikan diri dari kecenderungan untuk menilai kembali konstitusionalitas norma presidential threshold dengan menyerahkannya kepada pembentuk undang-undang.

"Mahkamah dalam fungsinya sebagai pengawal konstitusi tidak diperkenankan membatalkan undang-undang atau sebagian isinya jika norma tersebut merupakan delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai legal policy oleh pembentuk undang-undang," demikian pendapat berbeda yang disampaikan Anwar dan Daniel.

Majelis hakim konstitusi menyepakati uji materi Pasal 222 UU Pemilu karena menilainya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

Hakim konstitusi menilai pembatasan dalam Pasal 222 UU Pemilu melanggar hak dan kedaulatan rakyat dalam menentukan presiden dan wakil presiden. MK pun khawatir pilpres berlangsung kurang demokratis karena hanya diikuti dua calon atau calon tunggal jika kebijakan ambang batas persentase dipertahankan.

“Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan demokrasi,” kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.

Baca Juga: Respons Ketum PBB soal MK Hapus Presidential Threshold, Semua Parpol Dapat Calonkan Capres


 

 




Sumber : Kompas TV, Antara




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x