JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan perkara pengujian konstitusionalitas ketentuan presidential threshold atau syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu tahun 2017.
Perkara-perkara tersebut, antara lain nomor 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dkk, perkara 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan Dian Fitri Sabrina dkk, perkara 101/PUU-XXII/2024 yang diajukan Hadar N Gumay dan Titi Anggraini, serta perkara 129/PUU-XXII/2024 yang diajukan Gugum Ridho Putra dkk.
Dalam pasal 222 Undang-Undang Pemilu tercantum aturan, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusung partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi minimal 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh suara 25 persen dari suara sah secara nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya.
Baca Juga: Demokrat Tak Setuju Presiden Kembali Dipilih MPR, Sebut Evaluasi Presidential Threshold Lebih Urgen
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
Sebelumnya, dikutip dari Kompas.id, salah satu pemohon Titi Anggraini mengatakan MK menerapkan standar yang sangat baik bagi demokrasi substansial di Indonesia.
Hal itu terlihat dari misalnya putusan 114/PUU-XX/2022 tentang sistem pemilu, 116/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas parlemen, serta 60/PUU-XXII/2024 tentang syarat ambang batas pencalonan kepala daerah.
”Melihat perkembangan perspektif konstitusional di MK belakangan ini, mestinya tidak ada alasan bagi MK untuk tidak mengabulkan permohonan kami. Yaitu, agar setiap partai politik yang punya kursi di parlemen dapat mengusulkan sendiri calonnya di pilpres serta pembentuk undang-undang merumuskan angka ambang batas khusus bagi parpol peserta pemilu yang tidak punya kursi di parlemen untuk bisa ikut di dalam pencalonan presiden,” ujar Titi, Minggu (29/12/2024).
Dia dan pakar pemilu, Hadar N Gumay, sudah menguji norma yang sama hingga dua kali.
Baca Juga: Anas Urbaningrum Minta Presidential Threshold Dikurangi: Ini Bibit Kerumitan Koalisi
Menurut Titi, penghapusan presidential threshold lebih menjamin keadilan dan kesetaraan perlakuan bagi semua partai politik peserta pemilu, baik parpol parlemen maupun nonparlemen karena sama-sama memiliki akses kepada pencalonan presiden dan wakil presiden, meskipun dengan pola yang berbeda.
Pola seperti itu, kata dia, sebenarnya sudah diakomodasi pula oleh MK dalam putusannya nomor 55/PUU-XVIII/2020 tentang verifikasi parpol peserta pemilu.
Sumber : Kompas TV, Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.