JAKARTA, KOMPAS.TV- Usulan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dikembalikan ke DPRD (Dewan Perwakilan Daerah) seperti disampaikan Presiden Prabowo Subianto, hanya akan membawa Indonesia menuju ke alam otoritarianisme. Sebab, demokrasi Indonesia akan ditentukan oleh para ketua umum partai saja.
”Jadi wajar, karena track record demokrasi kita ke situ, menuju semakin declining begitu, ya. Ini sudah semi-otoriter ini. Sudahlah, Indonesia ini diatur delapan orang ketua umum sajalah sudah, dibagi-bagi. Nanti Sumatera, persentasenya bagaimana, dukung ini, dukung ini, dukung ini. Ya, sudah, semua akan nurut. Sudah selesai, enggak ada alternatif,” kata Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor, Jumat (13/12/2024) dikutip dari Kompas.id.
Menurut dia, mengganti pilkada langsung menjadi pilkada lewat DPRD tidaklah menjawab inti persoalan yang ada. Apabila persoalannya ada di masyarakat dalam pengertian masyarakat belum siap atau masyarakat kurang antusias dalam pilkada, seharusnya solusi yang diberikan oleh negara diarahkan ke sana, yakni untuk mengawal rakyat menjadi lebih layak terlibat dalam prosesi demokrasi.
Baca Juga: Prabowo Usul Pilkada Dipilih DPRD, Peneliti BRIN: Ngeri, Demokrasi Setengah Langkah Masuk Jurang
”Jadi, itu salah alamat. Bukan kemudian short cut, dikembalikan ke DPRD. Itu tidak menjawab (persoalan). Artinya, masyarakat tetap saja pendidikan politiknya rendah, awareness-nya rendah. Artinya, uang negara tidak dibikin untuk mendewasakan mereka, kan. Tetapi, malah dipindahkan begitu saja ke DPRD. Itu yang saya bilang salah alamat,” ujarnya.
Baca Juga: Ganjar Respons Prabowo yang Ingin Pilkada Dipilih DPRD: Jangan Buru-buru
Diberitakan Kompas.tv sebelumnya, usulan Prabowo agar Pilkada dikembalikan ke DPRD disampaikan dalam perayaan Puncak Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-60 Partai Golkar pada Kamis (12/12) malam.
Prabowo menyampaikan bahwa ada banyak catatan dalam penerapan sistem pemilu langsung saat ini. Ia pun mengajak semua pihak untuk tidak malu mengakui bahwa sistem pemilu tersebut sangat mahal. Ia kemudian membandingkan dengan negara lain, seperti Singapura dan India, yang pilkadanya dilakukan oleh DPRD. Itu dinilai lebih efisien dan tidak menelan banyak biaya.
Sumber : Kompas.id, Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.