JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar keamanan digital dari Communication and Information System Security Research Center (Cissrec), Pratama Persadha, mengatakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah mengantongi nama-nama orang yang menerima hasil dari judi online atau judol.
Sayangnya, kata dia, baik PPATK maupun Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), tidak punya wewenang untuk menangkap.
“PPATK itu sudah tahu by name, by address orang-orang yang menerima hasil dari judi online ini, perusahaan-perusahaan mana yang sudah digunakan untuk penampungan uang judi online ini. Tinggal ditangkap. Cuma PPATK nggak ada wewenang untuk melakukan itu, Komdigi juga nggak ada wewenang untuk itu,” kata Pratama dalam dialog Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Kamis (7/11/2024).
Baca Juga: Komdigi Ungkap Pihak Dibalik AK, Tersangka Kasus Judol yang Bekerja Tidak Penuhi Syarat Seleksi
Menurut dia, kewenangan yang dimiliki PPATK dan Komdigi hanya sebatas pencegahan terhadap judi online. Sementara penindakan menjadi wewenang Polri dan Kejaksaan.
Ia juga menyoroti celah yang ada di Komdigi (dahulu Kominfo) yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pegawai.
“Ya kalau sudah ada datanya kan harusnya tinggal ditangkap, ternyata enggak. Kemarin ketika ada penangkapan 11 orang staf dari Komdigi itu, saya juga akhirnya bisa mengerti kenapa. Karena ternyata proses kerja yang selama ini ada di Komdigi itu memang membuat celah agar sistem ini bisa disalahgunakan,” kata Pratama.
“Kenapa saya bilang seperti itu, antara tim yang melakukan rolling informasi yang akan diblokir, ngumpulin data-data situs yang mau diblokir dengan tim yang melakukan blokir itu sendiri, itu berbeda. Tim ini yang memberikan data ini enggak bisa memverifikasi karena beda direktorat,” sambungnya.
Baca Juga: PPATK: Perputaran Judi Online Tahun 2024 Mencapai Lebih dari Rp100 Triliun
Selain itu, sambung Pratama, sistem yang digunakan untuk memblokir situs judol juga masih bisa dikendalikan dari luar.
“Kenapa bisa digunakan dari luar? Karena ternyata dulu ketika Covid, orang work from home dikasih akses untuk di luar, lupa nggak ditutup. Nah yang bertanggung jawab terhadap mesin ini adalah orang-orang yang kemarin ditangkap. Makanya nggak akan bisa selesai karena mereka sebagai pemain, mereka sebagai wasit juga,” ujarnya.
“Jadi mereka bisa milih-milih mana yang mau diblokir, mana yang nggak usah diblokir. Jadi kalau menurut saya, ini nggak ada hubungan sama menterinya. Bu menteri juga nggak tahu kalau ternyata seperti itu, kaget. Makanya kemarin instruksinya udah hajar habis aja,” sambung Pratama.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.