JAKARTA, KOMPAS.TV- Proyek food estate yang dipelopori di masa pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi, akan dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal itu disampaikan oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman tak lama setelah dilantik jadi menteri di Istana Kepresidenan, Rabu (23/10/2024) lalu.
"Harus dilanjutkan. Kita lanjutkan yang sudah dirintis," kata Amran.
Ia memberi contoh food estate yang dinilai terus berlanjut, yaitu di Kalimantan Tengah. Menurutnya saat ini Kementerian Pertanian sedang memperbaiki food estate tersebut. Presiden Prabowo sendiri menginginkan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia.
"Saudara-saudara sekalian, saya telah mencanangkan bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya," kata Prabowo saat menyampaikan pidato perdananya dalam Sidang MPR RI dengan agenda Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (20/10/2024).
Bahkan, isu food estate jadi materi retret para menteri dan wakil menteri Prabowo di Akmil Magelang, Jawa Tengah.
Baca Juga: Materi Pembekalan Menteri di Akmil Magelang: Pencegahan Korupsi, Food Estate hingga Hilirisasi
Namun, di mata Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), food estate adalah proyek gagal dan memakan banyak korban. Saat melakukan aksi di depan Kementerian Keuangan, mereka membawa isu “darah dari Food Estate,” sebagai simbol dari banyaknya pengorbanan dan penderitaan yang telah terjadi akibat pemaksaan proyek ini.
"Food estate adalah warisan buruk pemerintahan Jokowi yang telah terbukti gagal dan merugikan hidup petani dan rakyat kecil," begitu bunyi rilis dari Walhi, yang dikutip Rabu (30/10/2024).
Proyek food estate dinilai merugikan rakyat terutama perempuan yang selama ini lekat dengan perawatan lingkungan. Masyarakat khususnya perempuan yang mempertahankan ruang hidupnya terus diperhadapkan dengan aksi-aksi militerisme. Namun, proyek ini tetap dilanjutkan Pemerintahan Prabowo-Gibran.
Walhi menyebut beberapa wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, dan Papua yang ada food estate, terjadi pemaksaan dan telah menyebabkan penggusuran paksa, kriminalisasi petani, perusakan lingkungan dan perampasan lahan yang berujung pada hilangnya mata pencaharian dan kehidupan banyak perempuan.
Baca Juga: Ditugasi Prabowo Wujudkan Swasembada Pangan, Menko Zulhas Andalkan Food Estate Papua
Data dari Walhi mencatat bahwa setidaknya 15.000 hektar lahan produktif di Sumatera dan 10.000 hektar di Papua telah dialihfungsikan secara paksa untuk proyek food estate sejak tahun 2022, mengakibatkan lebih dari 3.000 keluarga petani kehilangan akses terhadap lahan mereka.
Proyek food estate, yang diklaim sebagai solusi krisis pangan oleh pemerintah, justru memperdalam krisis bagi perempuan dan petani kecil. Proyek ini tidak hanya menyebabkan hilangnya lahan pertanian produktif, tetapi juga memperburuk ketergantungan Indonesia pada impor pangan.
Menurut BPS (2024), ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan terus meningkat, dengan lebih dari 30% kebutuhan pangan nasional masih dipenuhi dari luar negeri. Kebijakan ini semakin melemahkan potensi pangan lokal yang seharusnya menjadi prioritas dalam mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
Perempuan pedesaan, yang menjadi tulang punggung produksi pangan di banyak wilayah, menghadapi tantangan besar akibat proyek food estate. Mereka tidak hanya kehilangan akses terhadap tanah, tetapi juga harus menghadapi dampak sosial dan ekonomi yang berat.
Dari data lembaga pangan dunia (FAO), perempuan di sektor pertanian bisa meningkatkan produksi pangan hingga 30% jika mereka mendapatkan akses yang sama terhadap sumber daya produktif seperti tanah, air, dan modal. Sayangnya, akses ini justru semakin dibatasi oleh proyek pembangunan seperti food estate, yang meminggirkan peran perempuan dalam sistem pangan lokal.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.