JAKARTA, KOMPAS.TV - Tertangkapnya mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, dengan uang Rp920 miliar dan emas Antam seberat 51 kilogram saat penggeledahan di rumahnya, kembali membuka mata publik tentang mafia peradilan yang tidak pernah mati. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, Minggu (27/10/2024), mengatakan, dalam kaitan Zarof Ricar, saat ini penyidik fokus pada dua kasus, yakni dugaan korupsi berupa suap atau gratifikasi dan dugaan permufakatan suap atau gratifikasi.
Tertangkapnya Zarof diawali dari penangkapan tiga majelis hakim yang memutus bebas Ronald Tannur dalam perkara kematian Dini Sera. Ketiga hakim PN Surabaya itu adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Hari Hanindyo. Ditangkap pula pengacara Lisa Rahmat pada Rabu (23/10/2024).
Baca Juga: Buntut Penangkapan Zarof Ricar, ICW Dorong Kejagung Buka Kotak Pandora Mafia Peradilan di MA
Uang tunai yang ditemukan di rumah Zarof adalah 74.494.427 dollar Singapura, 1.897.362 dollar AS, 71.200 euro, 483.320 dollar Hongkong, serta Rp5,7 miliar. Jika dikonversi ke mata uang rupiah, total nilai uang yang disita mencapai Rp920 miliar. Jumlah itu belum termasuk 51 kilogram emas batangan yang nilainya diperkirakan sekitar Rp75 miliar.
Bagaimana Zarof bisa mengumpulkan kekayaan sebanyak itu?
Dari keterangan Zarof sendiri, seperti disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Abdul Qohar, dalam jumpa pers Jumat (25/10/2024), uang sebanyak itu didapat dari pengurusan berbagai perkara di MA saat dirinya masih menjabat pada rentang waktu 2012-2022. Zarof pernah menjabat Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan MA.
"Diduga keras telah melakukan tindak pidana korupsi, yaitu melakukan permufakatan jahat untuk melakukan suap bersama LR (Lisa Rahmat) selaku pengacara Ronald terkait penanganan perkara tindak pidana umum atas nama terdakwa Ronald Tannur,” kata Abdul.
Baca Juga: Kejaksaan Agung Sebut Ada Tersangka Baru Kasus Dugaan Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Banyak pihak meminta kasus ini dibuka tuntas untuk membuka jaringan mafia peradilan yang lebih luas lagi. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), misalnya, meminta agar setiap bukti ditindaklanjuti. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, mendorong agar setiap barang bukti yang didapatkan penyidik di kediaman Zarof Ricar didalami lebih lanjut. Hal itu penting untuk melihat asal-muasal uang itu dan tujuan uang tersebut diberikan.
”Kami mendorong Kejaksaan agar menindaklanjuti dengan mendalami keterangan yang bersangkutan dan membuka opsi untuk menyelidiki potensi korupsi yang lain,” kata Kurnia.
Selain tindak pidana suap atau gratifikasi, menurut dia, dari barang bukti yang disita terdapat indikasi adanya dugaan pencucian uang. Dengan delik gratifikasi, penerimaan yang tidak wajar tersebut bisa digolongkan menjadi tindak pidana suap jika tidak bisa dijelaskan asal-usulnya.
Apakah kasus ini akan melebar lebih jauh lagi dan melibatkan para petinggi penegak hukum? Kita tunggu nyali Kejaksaan Agung.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.