JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Usaha Negara Universitas Diponegoro (Undip), Yos Johan Utama berpendapat, tidak ada kerugian negara dalam kasus yang menimpa Mardani H. Maming.
"Tindak pidana korupsi harus dibuktikan dengan adanya kerugian keuangan negara. Dalam kasus ini, tidak ditemukan audit atau bukti yang menyatakan bahwa negara mengalami kerugian. Tanpa adanya bukti kerugian negara, tidak ada dasar yang kuat untuk menyatakan Maming bersalah," jelas Guru Besar Hukum Tata Usaha Negara Undip, dalam pernyataannya, Jumat (11/10/2024).
Baca Juga: KY Surati MA untuk Pantau Hakim yang Tangani PK Mardani Maming
Menurut Rektor Universitas Diponegoro (Undip) periode 2015-2024 ini, salah satu elemen terpenting dalam tindak pidana korupsi adalah pembuktian kerugian negara, tetapi hingga saat ini tidak ada audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau lembaga lainnya yang menunjukkan adanya kerugian tersebut.
Oleh karena itu, Yos Johan menegaskan, keputusan hakim dalam kasus tersebut terlalu dipaksakan. Ia menilai, bukti yang ada tidak cukup kuat untuk mendukung dakwaan terhadap Maming.
Sebagai mantan Bupati Tanah Bumbu, Maming dinilai telah menjalankan kewenangannya sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
"Tindakan Mardani Maming dalam menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) telah memenuhi seluruh persyaratan administrasi yang ditetapkan, sehingga seharusnya tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum," katanya.
Yos Johan menjelaskan, perizinan tambang itu juga telah melalui kajian di daerah hingga pusat.
Bahkan, IUP yang dikeluarkan telah medapatkan sertifikat clear and clean (CNC) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) selama 11 tahun. Sehingga bisa dipastikan, tidak ada masalah di situ.
Sabtu pekan lalu, dalam sebuah acara bedah buku “Mengungkap Kesalahan & Kekhilafan Hakim dalam Menangani Perkara Mardani H. Maming” yang diselenggarakan di Eastparc Hotel Yogyakarta, Yos Johan mengungkapkan, sistem peradilan harus memastikan setiap keputusan diambil dengan pertimbangan yang matang.
Tanpa terkecuali berdasarkan fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga keadilan bagi semua pihak dapat terwujud.
Diskusi yang melibatkan para ahli hukum itu menunjukkan bahwa dakwaan kepada Mardani Maming perlu ditelaah ulang demi menegakkan keadilan di negeri ini.
"Sistem peradilan kita harus memastikan bahwa setiap keputusan diambil dengan pertimbangan yang matang, berdasarkan fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan, sehingga keadilan bagi semua pihak dapat terwujud," ujar mantan rektor Undip dua periode ini.
Pada kesempatan terpisah, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Topo Santoso, juga menyoroti kelemahan dalam proses penuntutannya.
Ia menyatakan, pihak yang dituduh sebagai pemberi suap, Almarhum Hendry Setio, tidak pernah diperiksa karena telah meninggal dunia.
Baca Juga: Pakar Hukum Sebut KY Harus Pantau Proses PK yang Diajukan Mardani Maming
Oleh karena itu, menurut Topo, tuduhan mengenai "kesepakatan diam-diam" Mardani lemah.
"Kesepakatan diam-diam tidak dikenal dalam hukum pidana. Ini hanyalah asumsi yang tidak didukung oleh bukti konkret," tegasnya.
Ia pun berharap, pernyataan tersebut dapat menjadi perhatian publik, terutama terkait pentingnya penerapan asas keadilan dan pembuktian yang jelas dalam proses hukum.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.