JAKARTA, KOMPAS.TV – Analis politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes berpendapat ada kabar baik dan buruk dari rencana pertemuan antara Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
“Ada dua kabar ya. Kabar baiknya, saya kira tentu sekarang kalau ada pertemuan begitu, itu menunjukkan bahwa politik kita membaik,” ucap Arya.
“Artinya, para kontestan yang bertarung dalam Pilpres sebelumnya dapat bertemu dan berbicara, dapat juga menyampaikan kepentingan-kepentingan politiknya secara lebih terbuka.”
Baca Juga: Pengamat Tanggapi Rumor Masuknya PDI-P ke Pemerintahan Prabowo, Sebut Ada Kebutuhan?
Sedangkan kabar buruknya adalah tidak adanya partai penyeimbang di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) jika kemudian PDI-P bergabung dengan pemerintahan mendatang.
“Tapi, kabar buruknya saya kira adalah kita tidak punya partai penyeimbang di DPR. Itu tentu sangat buruk bagi demokrasi kita.”
Menurut Arya, saat ini kursi partai pendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di DPR sudah mencapai 82 persen jika NasDem, PKB, dan PKS bergabung.
“PDI-P itu kursinya 102, kalau PDI-P bergabung, itu 100 persen, dan itu tentunya kabar buruk bagi demokrasi kita, dan itu nggak pernah terjadi dalam sejarah kita, kecuali sekarang 92 persen saat Pak Jokowi di periode kedua.”
“Di masa orde baru, Pak Harto yang berkuasa 32 tahun itu masih menyisakan PDI-P dan PPP di luar pemerintahan. Kalau sekarang terjadi begitu, saya kira itu adalah kabar buruk ya,” tegasnya dalam dialog Kompas Petang di KompasTV, Jumat (27/9/2024).
Ia berpendapat, seharusnya ada partai politik (parpol) yang tetap berada di luar pemerintahan sebagai penyeimbang.
Baca Juga: Wacana Pertemuan Megawati dan Prabowo, Pengamat: Ada Keinginan agar PDI-P Masuk Pemerintahan
“Dengan begitulah demokrasi kita terus membaik ya, terus memberikan kekuatan penyeimbang di luar pemerintahan yang bisa memberikan pandangan-pandangan alternatif terhadap kebijakan di DPR.”
“Kalau semuanya bergabung, DPR akan menjadi cap stempel atas kebijakan eksekutif, itu kabar yang sangat buruk saya kira,” imbuh Arya Fernandes.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.