SUKABUMI, KOMPAS.TV - Ketua DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi Jejen Nurjanah menyebut jejaring pelaku penyekapan 11 warga negara Indonesia (WNI) di Myawaddy, Myanmar, meminta tebusan Rp50 juta per orang untuk membebaskan korban.
Total tebusan yang diminta sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tersebut mencapai Rp550 juta.
Kesebelas WNI yang merupakan warga Kabupaten Sukabumi tersebut dilaporkan disekap dan dipekerjakan di bidang penipuan daring.
Awalnya, para WNI tersebut dijanjikan bekerja sebagai pelayan di bisnis investasi kripto di Thailand dengan gaji Rp35juta per bulan.
Baca Juga: 11 WNI Diduga Jadi Korban Penyekapan di Myanmar, Keluarga Lapor ke Kemlu
"Jaringan TPPO meminta tebusan Rp50 juta per orang sehingga totalnya Rp550 juta untuk mempercepat proses pembebasan 11 warga Kabupaten Sukabumi yang disekap mereka," kata Jejen di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (14/9/2024).
Jejen mengaku pihaknya telah bertemu dengan keluarga korban yang menginformasikan permintaan tebusan tersebut.
Nilai tebusan itu disebut akan dipakai membayar denda penyeberangan kesebelas WNI dari Thailand ke Myanmar.
"Kami masih terus memantau kasus ini dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan keselamatan seluruh korban dan bisa mempercepat pemulangannya," kata Jejen, dikutip Antara.
SBMI telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI sehubungan penyekapan di Myanmar tersebut. Kemlu RI menegaskan permintaan tebusan tersebut adalah pemerasan.
Baca Juga: Bareskrim Polri Tangkap 2 Tersangka TPPO, Kirim 50 WNI ke Sydney dan Dipekerjakan sebagai PSK
Tanggapan Kemlu RI
Diplomat Muda Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia Kemlu Rina Komaria mengakui adanya keterbatasan akses dalam upaya penyelamatan WNI yang disekap di Myanmar.
"Pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon terus mengupayakan agar WNI yang berada di wilayah sana bisa keluar dengan selamat," ujar Rina.
Dia juga menjelaskan, kompleksitas situasi di wilayah konflik Myanmar menjadi tantangan tersendiri dalam proses penyelamatan.
Wilayah tersebut diketahui dikuasai oleh kelompok bersenjata, sehingga akses dan negosiasi menjadi lebih sulit.
Kemlu saat ini masih berkoordinasi dengan otoritas Myanmar terkait dugaan penyekapan.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.