Kompas TV nasional peristiwa

Ramai Kekerasan Polisi saat Hadapi Aksi Demo, Amnesty International Indonesia: Brutal!

Kompas.tv - 27 Agustus 2024, 18:34 WIB
ramai-kekerasan-polisi-saat-hadapi-aksi-demo-amnesty-international-indonesia-brutal
Polisi tembakan gas air mata ke arah peserta aksi di Gedung DPRD Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (26/8/2024) malam. (Sumber: KOMPAS.COM/Muchamad Dafi Yusuf)
Penulis : Kiki Luqman | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menanggapi rangkaian kekerasan dan tindakan represif polisi dalam menghadapi demonstrasi sejak Kamis 22 Agustus hingga Senin 26 Agustus 2024, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyebut aparat terlalu brutal. 

Kata Usman penggunakan gas air mata yang menyebabkan warga diluar aksi menjadi korban sangatlah tidak bisa ditoleransi.  

“Sekali lagi, satu kata: brutal! Kekerasan yang kembali dilakukan aparat keamanan sulit untuk ditoleransi. Penggunaan gas air mata yang tidak perlu dan tidak terkendali hingga pemukulan menyebabkan banyak korban sipil, termasuk anak-anak di bawah umur," tegas Usman, Selasa (27/8). 

"Tindakan ini jelas melanggar hak asasi manusia dan berbahaya bagi keselamatan warga, terutama anak-anak yang terkena dampaknya," lanjut dia dalam siaran pers yang diterima Kompas.tv.

Amnesty International Indonesia berpandangan, keseluruhan peristiwa dan tindak kekerasan aparat keamanan yang terjadi sejak Kamis 22 Agustus hingga Senin 26 Agustus kemarin mengarah pada pilihan kebijakan yang sistematis untuk meredam suara mahasiswa dan masyarakat. 

Baca Juga: Perang 'Bintang' Andika Perkasa VS Ahmad Luthfi di Pilkada Jateng, Siapa Lebih Kuat?

Pihak Usman mencatat sepanjang pemerintahan Jokowi, pengerahan kekuatan yang berlebihan kerap menjadi jawaban bagi berbagai protes warga, mulai dari aksi Reformasi Dikorupsi, protes UU Cipta Kerja, protes warga Air Bangis di Sumatera Barat dan Rempang-Galang di Batam, hingga protes warga Dago Elos di Bandung.

"Saat akuntabilitas atas penyimpangan aparat tidak kunjung dipenuhi, muncul kesan bahwa aparat memaklumi atau bahkan mengizinkan dan membenarkan penggunaan kekuatan berlebihan, kekerasan yang tidak perlu serta tindakan represif lainnya. Pilihan kebijakan itu juga terlihat di berbagai wilayah di mana aparat keamanan tampak melakukan serangan terhadap warga sipil yang sedang melakukan aksi protes damai." 

"Bentuk serangan tersebut mulai dari praktik intimidasi, serangan fisik, penyiksaan dan perlakuan lain yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia," tandasnya.

Amnesty International mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mempertanggungjawabkan kebijakan represif yang sistematis dan meluas tersebut.

"Karena itu, kami mendesak Kapolri untuk mempertanggungjawabkan kebijakan represif yang sistematis dan meluas tersebut," tegas Usman Hamid.

Sebelumnya diberitakan aksi demonstrasi soal polemik UU Pilkada di depan Gedung DPRD Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (26/8) kemarin berakhir ricuh setelah polisi  menembakkan gas air mata dan water cannon untuk membubarkan massa. 

Akibat dari tindakan ini, belasan anak-anak menjadi korban terdampak gas air mata yang digunakan oleh pihak kepolisian.

Insiden ini menjadi viral di media sosial, terutama di platform X di mana sebuah video memperlihatkan anak-anak yang sedang mengaji di Masjid Taqwa Sekayu, Kota Semarang, terkena dampak gas air mata. 

Dalam video tersebut, tampak anak-anak berseragam hitam putih langsung mendapatkan pertolongan dari orang dewasa yang mengoleskan pasta gigi di area bawah mata mereka sebagai langkah darurat untuk meredakan iritasi.

Beberapa dari anak-anak tersebut terlihat terduduk lemas di dalam masjid, menggunakan kain sarung sebagai penutup wajah untuk mengurangi paparan gas. 

Baca Juga: Perjuangkan Demokrasi, Deretan Aksi Mahasiswa Kawal Putusan MK Masih Terjadi di Sejumlah Daerah


 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x