JAKARTA, KOMPAS.TV- Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan dari Universitas Padjajaran, Bandung, Muradi menilai objektifitas kepolisian hingga sistem peradilan menjadi masalah bagi penyelesaian kasus pembunuhan Vina-Eky di Cirebon.
Hal tersebut disampaikan Muradi dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Senin (15/7/2024).
“Problemnya bukan problem hanya polisi, ini peradilan kita, karena dianggap P21, clear, berkas sudah lengkap dan sebagainya, itu diputus dalam bentuk yang sama sekali tidak memperhatikan ‘rasa keadilan’,” ucap Muradi.
“Kalau kita baca revisi Undang-Undang Polri yang baru, sekarang saya lagi baca detil ya, itu kan memang ada 1 pasal yang khusus dengan peradilan restorative justice ya, keadilan restorative yang kemudian membuat polisi pada akhirnya akan mendahulukan keadilan ketimbang soal penegakan hukum.”
Baca Juga: Susno Duadji Minta Polri Berbenah usai Kalah dalam Sidang Praperadilan Pegi: Jangan Selalu Ngotot
Dalam konteks ini, kata Muradi, seharusnya memang tidak boleh ada penyidik Polri yang gegabah atau subyektif memutus nasib seseorang. Seperti halnya soal jumlah tersangka yang kemudian masuk daftar pencarian orang (DPO) pada kasus Vina-Eky.
“Apalagi misalnya ternyata 3 orang ini fiktif, nah pengertian fiktif itu kan bukan di pengadilan, tetapi berdasar dari apa yang dilakukan polisi selama 2017-2024, nah ternyata itu fiktif hanya ada 1, Pegi, itu pun salah,” ucap Muradi.
“Artinya apa, penyidik ini tidak boleh menyentuh lagi kasus yang sama, dia harus diproses, dicek ya, apakah ada kesalahan prosedur atau human error yang mungkin juga mempengaruhi kinerja polisi.”
Baca Juga: Mahfud MD soal Tersangka Firli Bahuri Viral Main Bulu Tangkis: Itu Standar Moralnya Rendah
Sebagai informasi, penyelesaian kasus Vina-Eky memasuki babak baru dengan langkah sejumlah terpidana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) pasca-putusan sidang praperadilan terhadap Pegi Setiawan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.