Kompas TV nasional hukum

Sidang Praperadilan Pegi Setiawan, Ahli Sebut Ijazah Bisa Jadi Alat Bukti

Kompas.tv - 4 Juli 2024, 13:38 WIB
sidang-praperadilan-pegi-setiawan-ahli-sebut-ijazah-bisa-jadi-alat-bukti
Ahli hukum pidana dari Universitas Pancasila, Prof Agus Surono, menjadi saksi ahli yang diajukan termohon yakni Polda Jawa Barat (Jabar) dalam sidang praperadilan Pegi Setiawan, tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky, di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (4/7/2024). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Isnaya Helmi | Editor : Edy A. Putra

BANDUNG, KOMPAS.TV - Ahli pidana dari Universitas Pancasila, Prof Agus Surono, mengungkapkan dokumen seperti ijazah dapat dikualifikasikan sebagai alat bukti petunjuk atau surat untuk menetapkan tersangka dalam kasus pidana.

Hal tersebut disampaikan Agus saat dihadirkan menjadi saksi ahli pidana oleh termohon yakni Polda Jawa Barat (Jabar) dalam sidang praperadilan Pegi Setiawan, tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky, di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (4/7/2024).

Mulanya Kabidkum Polda Jabar Kombes Nurhadi Handayani menanyakan kepada Agus apakah surat-surat seperti Ijazah, surat kelahiran, hingga STNK kendaraan, dapat dijadikan alat bukti untuk menetapkan tersangka atau tidak.

"Apakah surat berupa NIK, ijazah SD dan SMP, raport asli SD dan SMP, surat kelahiran, kemudian STNK, yang dijadikan barang bukti, yang telah disita oleh penyidik, bisa dijadikan sebagai alat bukti petunjuk atau surat berdasarkan Pasal 184 KUHP?" tanya Nurhadi kepada Agus.

"Jadi di Pasal 184 ayat 1 KUHP yang huruf c berkaitan dengan alat bukti surat. Surat seperti apa bisa dikualifikasi surat? Itu ada di dalam Pasal 187 KUHP, ada beberapa ada huruf A, B, C," jawab Agus.

"Tentu yang paling pas apa yang tadi ditanyakan itu berkaitan dengan Pasal 184 huruf B-nya, yaitu surat yang dibuat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau surat yang dibuat oleh pejabat yang mempunyai kewenangan untuk itu. Ijazah dan seterusnya dibuat pejabat yang memiliki kewenangan untuk itu. Maka apa yang tadi ditanyakan, masuk dalam kualifikasi 187 huruf B-nya," sambungnya.

Lebih lanjut, Nurhadi menanyakan apakah surat permohonan grasi kepada Presiden dari para terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada 2016 juga dapat dijadikan alat bukti atau tidak.

"Berdasarkan surat permohonan grasi yang diajukan narapidana, yang isinya menyadari sepenuhnya perbuatannya, dan menyesal dari akibat perbuatannya yang menyebabkan penderitaan bagi keluarga korban maupun keluarganya sendiri. Apakah surat tersebut dapat dikategorikan sebagai alat bukti sesuai dengan pasal 184?" tanya Nurhadi.

Baca Juga: Sidang Praperadilan Pegi Setiawan, Polda Jabar Hadirkan Satu Ahli Pidana

Menanggapi pertanyaan tersebut, Agus pun menanyakan apakah permohonan grasi tersebut sudah dijawab oleh Presiden atau belum.

Pasalnya, ia menyebut surat permohonan grasi dan surat jawaban Presiden atas permohonan grasi tersebut memiliki kualifikasi yang berbeda.

"Apakah sudah ada jawaban dari presiden, sehingga kualifikasinya itu surat yang berkaitan permohonan grasi dengan surat jawaban presiden itu berbeda?" tanya Agus.

"Jadi dalam permohonan grasi ada klausul yang berbunyi seperti tadi, kemudian sudah ada keputusan dari presiden atau penolakan dari grasi tersebut," jawab Nurhadi.

Agus mengatakan surat jawaban Presiden yang berisi penolakan terhadap permohonan grasi, masuk dalam Pasal 187 huruf B KUHP.

"Tapi kalau yang surat permohonan dari pihak pemohon mengajukan grasi itu adalah masuk dalam kualifikasi huruf C-nya. Intinya, itu tidak masuk dalam kualifikasi yang B, karena surat permohonan yang sifatnya adalah personal pribadi begitu,"  jelasnya.

Sebelumnya, Polda Jabar diketahui sempat menyita sejumlah dokumen mulai dari ijazah hingga raport SD dan SMP Pegi Setiawan untuk dijadikan barang bukti dalam penetapan tersangka kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon 2016 silam.

Baca Juga: Sidang Praperadilan Pegi Setiawan Hari Ini, Giliran Polda Jabar Sampaikan Bukti-Bukti


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x