Perlambatan ekonomi diprediksi berlanjut. Sinyalnya adalah perputaran bisnis korporasi yang tak begitu menggembirakan. Lesu darah korporasi terlihat jelas di data Bank Indonesia. Pada Juli lalu, saldo giro rupiah korporasi mencapai 4,9 persen secara tahunan, naik signifikan dari posisi Mei yang hanya 1 persen. Semakin tinggi angka giro korporasi menjadi pertanda bahwa putaran bisnis belum terlalu bergairah.
Manufaktur menjadi salah satu sektor yang kedodoran. Saat pertumbuhan ekonomi kuartal dua mencapai 5,05 persen, manufaktur hanya mampu berlari 3,54 persen, lebih lambat dari tahun lalu sebesar 3,88 persen.
Meski pemerintah optimistis dunia usaha membaik, ekonom tidak. Lebih jauh, suramnya sektor manufaktur justru mengancam kredit macet di perbankan.
Misalnya, statistik pembiayaan industri pengolahan dan kredit macetnya. Pada Januari, penyaluran kredit sebesar Rp 869 triliun dengan kredit macet Rp 24 triliun. Angka ini naik pada Mei, masing-masing Rp 885,4 triliun dan Rp 26,8 triliun.
Kendati Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunga 25 basis poin, kebijakan longgar ini dirasa belum cukup memupuk rasa percaya diri dunia usaha berekspansi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.