JAKARTA, KOMPAS.TV- Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan memanfaatkan momentum untuk mengembalikan marwah lembaga dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada 22 April 2024.
Hal tersebut disampaikan oleh calon presiden nomor urut 3 sekaligus pemohon Ganjar Pranowo usai bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri, Selasa (16/4).
“Saya kira ini momentum luar biasa buat MK untuk tidak membuat April Mop tapi memperingati apa yang telah dilakukan oleh Kartini. Habis gelap terbitlah terang," kata Ganjar, dikutip dari laporan jurnalis KompasTV.
Dari kondisi MK yang selama ini jadi cacian makian dengan stempel yang kurang baik rasanya inilah momentum untuk mengembalikan Marwah MK."
Baca Juga: KPK Cegah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali ke Luar Negeri untuk 6 Bulan Pertama
Kendati demikian, Ganjar mengaku baik dirinya maupun Megawati sama-sama paham amicus curiae yang disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi tidak akan memengaruhi putusan majelis hakim.
“Saya secara pribadi, ibu juga sama, amicus curiae tidak mempengaruhi putusan karena ini kewenangan majelis hakim,” ucap Ganjar.
“Sebagai sahabat pengadilan seperti masyarakat lain ibu menuliskan pikirannya termasuk yang di Kompas saya lihat, orang lihat situasi ini mendorong agar putusan ini bisa se adil-adilnya dengan fakta yang ada sehingga demokrasi bisa terjaga.”
Sebagai informasi, MK akan memutus perkara PHPU 2024 yang diajukan oleh pemohon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada 22 April 2024.
Pihak terkait dalam perkara PHPU ini atau kubu Prabowo-Gibran menilai saksi dan ahli yang dihadirkan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD gagal membuktikan kecurangan Pemilu 2024, nepotisme, hingga penyalahgunaan bantuan sosial dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: Disdukcapil DKI Tidak Lakukan Operasi Yustisi untuk Pendatang Baru: Siapapun Bisa Datang ke Jakarta
“Dalam pokok perkara, kami berkesimpulan para pemohon tidak berhasil membuktikan apa yang mereka dalilkan dalam positanya, yakni terjadinya berbagai pelanggaran, kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan baik dengan cara melakukan nepotisme, penyalahgunaan bansos maupun pengerahan penjabat kepala daerah secara TSM (terstruktur, sistematis dan masif),” ujar Yusril Ihza Mahendra sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Senin (15/4).
“Saksi-saksi maupun ahli yang dihadirkan dalam persidangan gagal membuktikan adanya pelanggaran dan kecurangan tersebut.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.