JAKARTA, KOMPAS.TV – Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor menanggapi pernyataan Menteri Pertahanan yang juga calon presiden Prabowo Subianto bahwa proses demokrasi Indonesia sangat mahal dan melelahkan.
Firman berpendapat pernyataan itu memiliki kecenderungan disampaikan oleh pihak-pihak yang akan menjalankan pemerintahan otoriter.
”Ngeri-ngeri sedap pernyataan itu, mudah-mudahan keluhan Prabowo itu hanya sesaat dan bersifat gimik,” ucapnya, Rabu (6/3/2024) saat dihubungi Kompas.id.
“Namun, saya melihat pernyataan itu kecenderungannya akan disampaikan oleh pihak-pihak yang akan menjalankan pemerintahan otoriter ke depannya,” ucap Firman.
Baca Juga: Prabowo: Demokrasi Sangat Berantakan, Masih Ada Ruang untuk Perbaikan
Pernyataan Prabowo tentang demokrasi yang melelahkan dan mahal tersebut disampaikan dalam acara Mandiri Investment Forum yang disiarkan secara daring di Youtube Kompas TV, Selasa (5/3/2024).
Menurutnya, sebagai kontestan pemilu, ia merasa masih belum puas dengan pelaksanaan demokrasi sehingga perlu ada perbaikan demokrasi untuk ke depan.
”Izinkan saya bersaksi bahwa demokrasi sungguh sangat melelahkan. Demokrasi itu sangat-sangat berantakan, demokrasi itu sangat-sangat mahal. Dan kita masih belum puas dengan demokrasi kita. Ada banyak ruang untuk perbaikan,” katanya.
Namun, ia tidak menjelaskan secara detail ruang perbaikan demokrasi yang dimaksud.
Ia juga meminta agar masyarakat Indonesia tidak merasa rendah diri dengan sistem demokrasi yang dianut saat ini.
Mengenai pernyataan Prabowo tentang adanya ruang perbaikan tanpa menjelaskannya seperti apa, Firman Noor berpendapat, belum serta-merta dilakukan perbaikan pada kualitas demokrasi untuk menjadi lebih baik.
Ia menyebut potensi kemunduran demokrasi di Indonesia sudah ada sejak sembilan tahun lalu, kini semakin mundur dan berada di ujung tanduk.
Oleh sebab itu, ia merasa perlu digarisbawahi seberapa luas ruang demokrasi yang akan diperbaiki Prabowo dan bisa menjadi pintu masuk kedaulatan rakyat.
”Melihat demokrasi itu juga harus sebelum pelaksanaan pemilu, sudah hampir lima tahun ini demokrasi kita bermasalah. Secara umum kualitas demokrasi kita sudah stagnan dan mengalami regresi,” ujarnya.
Baca Juga: Prabowo Optimis Bakal Dilantik Jadi Presiden Periode 2024-2029 Pada 20 Oktober
Sosok Prabowo sebagai mantan jenderal, lanjut Firman, lebih melekat prinsip dan tindakan yang bersifat satu komando, efektif, dan efisien dibandingkan nilai-nilai demokrasi.
Ia menilai ini bisa menggambarkan sistem pemerintahan ke depan yang akan dijalankan sebab kacamata Prabowo melihat bahwa demokrasi itu melelahkan.
”Pada akhirnya justru bisa semakin mengobarkan demokrasi. Tentara ini, kan, berpikir efektif, efisien, satu komando, yang sebenarnya tidak sejalan dengan prinsip masyarakat sipil dan substansi demokrasi yang butuh bicara, kolaborasi, bermusyawarah, mufakat, dan lainnya,” tutur Firman.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.