JAKARTA, KOMPAS.TV – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi PKB, Luluk Nur Hamidah, menyatakan dukungan agar DPR RI menggunakan hak angket untuk memastikan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 berlangsung berdaarkan kedaulatan rakyat.
“Saya adalah salah satu pelaku sejarah gerakan reformasi 1998, sepanjang pemilu yang saya ikuti semenjak 1999, saya belum pernah melihat ada proses pemilu yang sebrutal dan semenyakitkan ini. Di mana etika dan moral politik berada di titik minus kalau tidak bisa dikatakan di titik nol,” bebernya.
Luluk menyampaikan hal itu dalam interupsinya pada Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) masa persidangan IV tahun sidang 2023-2024 dilaksanakan pada hari ini, Selasa (5/3/2024).
Ia menyebut, pihaknya menerima banyak masukan dan aspirasi dari berbagai pihak agar DPR RI menggunakan hak angket.
“Hari ini kami menerima begitu banyak aspirasi dari berbagai pihak, bahwa DPR hendaklah menggunakan hak konstitusionalnya melalui hak angket,” ucapnya.
Baca Juga: Dalam Rapat Paripurna, PKS Minta DPR RI Gunakan Hak Angket untuk Klarifikasi Kecurigaan Masyarakat
Melalui hak angket inilah, kata dia, akan menemukan titik terang seterang-terangnya sekaligus juga mengakhiri berbagai desas-desus kecurigaan yang tidak perlu.
“Oleh karena itu, pimpinan dan seluruh anggota DPR, saya mendukung hak angket ini kita lakukan semata-mata untuk memberikan kepastian bahwa seluruh proses Pemilu 2024 benar-benar dijalankan berdasarkan daulat rakyat.”
Pada awal interupsi, Luluk mengatakan, pemilu adalah perwujudan kedaulatan rakyat, oleh karena itu tidak ada satu pun kekuatan di negeri ini yang boleh merebut apalagi menghancurkan.
“Karena ini terkait dengan daulat rakyat, maka pemilu haruslah berdasarkan pada prinsip kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan etika yang tinggi,” tuturnya.
“Tidak ada boleh satu pun pihak-pihak yang mencoba memobilisasi sumber daya negara untuk memengankan salah satu pihak, walaupun mungkin itu ada hubungan dengan anak, saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain.”
Pemilu, lanjut Luluk, tidak bisa dipandang hanya dalam konteks hasil. Tetapi lebih dari itu, konteks proses harus juga menjadi cerminan kita semua untuk melihat apakah pemilu sudah dilakukan secara jujur dan adil.
“Jika prosesnya penuh dengan intimidasi, apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran etika, atau politisasi bansos, intervensi kekuasaan, maka tidak bisa dianggap serta merta pemilu selesai saat pemilu telah berakhir jadwalnya.”
Baca Juga: Sikap PDIP soal Hak Angket Disampaikan Hari Ini Usai Rapat Fraksi
Ia juga mengatakan bahwa ketika para akademisi, budayawan, profesor, mahasiswa, bahkan rakyat biasa sudah mulai berteriak tentang sesuatu yang dianggap ada kecurangan, maka alangkah naifnya jika DPR hanya diam saja dan membiarkan seolah-olah tidak terjadi sesuatu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.