JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Keamanan Siber Communication and Information System Security Research Pratama Persadha mengaku mengantongi hasil penghitungan di 103 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang suaranya menggelembung ke salah satu pasangan calon.
Pernyataan itu disampaikan Pratama Persadha dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Rabu (21/2/2024).
“Temuan saya memang dari 103 itu memang tidak semuanya, satu paslon yang suaranya menggelembung menjadi besar, tapi sebagian besar, 85% lah ya paslon nomor itu yang suaranya menggelembung gitu,” ucap Pratama.
Pratama kemudian menyoroti tentang kenapa petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak bisa mengedit data untuk penghitungan suara Pilpres 2024. Padahal menurutnya, mengedit data yang disaksikan banyak saksi di TPS merupakan cara paling efektif untuk mengurangi kesalahan.
Baca Juga: Rocky Gerung: Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Harusnya Berani Tolak Hasil Pemilu 2024
“Untuk Pilpres, kok lucu gitu, petugas KPPS nggak bisa mengedit suara yang didapatkan dari Pemilu Pilpres, padahal cara paling efektif untuk mengurangi kesalahan ini adalah dari level TPS, cuma 300 suaranya, kemudian saksinya ada banyak, ada panwas (panitia pengawas), ada masyarakat, sehingga kalau misalnya terjadi kesalahan, di situlah bisa diedit dengan disaksikan semua orang,” jelas Pratama.
“Tapi ternyata, khusus untuk Pilpres nggak bisa diedit, lho. Nah, ini menurut saya perlu dijawab nih oleh KPU, kenapa kok untuk pemenang Pilpres tidak bisa diedit.”
Tidak hanya itu, Pratama juga mempertanyakan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal server yang digunakan dalam Pemilu 2024.
“Kalau misalkan KPU meletakkan servernya ternyata ada di server Alibaba Cloud begitu, yang kita sebenarnya nggak punya kontrol pada fisiknya, kemarin Bu Betty (anggota KPU Betty Epsilon Idroos, red) bilang ada di Indonesia. Tapi di Indonesia ada di sebelah mana? Punya nggak akses pada fisiknya? Karena orang yang punya akses terhadap fisik server itu, dia bisa melakukan apa saja, mau merubah suara, merusak suaramu merekayasa suara dan lain-lain,” kata Pratama.
Baca Juga: Rocky Gerung soal Prabowo-Gibran Menang karena Silent Majority: Itu Dusta, karena Dihanyutkan BLT
“Nah, alasan keamanan, menurut saya kurang tepat, kenapa? Karena di regulasi, kita punya peraturan pemerintah PP nomor 71 tahun 2019 tentang penyelenggaraan transaksi elektronik, penyelenggara sistem elektronik publik itu harus meletakkan servernya di Indonesia.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.