JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengungkapkan bahwa MK pernah membatalkan hasil pemilu yang dinyatakan terbukti curang.
Menurut calon wakil presiden itu, hal tersebut membuktikan bahwa pihak yang kalah dalam pemilu dan menggugat adanya kecurangan tidak selalu kalah dalam proses di MK.
"Ketika saya menjadi ketua MK, MK pernah memutus pembatalan hasil pemilu dalam bentuk perintah pemilihan ulang maupun pembatalan penuh. Sehingga, yang menang dinyatakan diskualifikasi dan yang kalah naik," kata Mahfud di Universitas Indonesia, Kampus Salemba, Jakarta Pusat, Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu (16/2024).
Apa yang disampaikan Mahfud tersebut sekaligus mengklarifikasi pernyataannya bahwa pihak yang kalah pasti selalu menuduh pemilu curang.
Mahfud berkata, kecurangan dalam pemilu itu memang sering terjadi. Akan tetapi dalam persidangan, pembuktiannya seringkali tidak cukup.
"Jadi, saya katakan bahwa setiap pemilu yang kalah itu akan selalu menuduh curang, itu sudah saya katakan di awal tahun 2023. Tepatnya, sebelum tahapan pemilu dimulai," kata Mahfud.
"Tetapi jangan diartikan bahwa penggugat selalu kalah. Sebab, memang sering terjadi kecurangan terbukti itu secara sah dan meyakinkan," ujarnya.
Mahfud kemudian membeberkan sejumlah putusan MK yang pernah membatalkan hasil pemilu atau memerintahkan pemilu ulang.
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Rencana Jika Kalah di Pilpres 2024: Saya Pernah Tak di Jabatan Apapun
Misalnya, Pilkada Provinsi Jawa Timur Tahun 2008. Saat itu, Khofifah Indar Parawansa yang semula dinyatakan kalah kemudian dibatalkan dan MK memerintahkan pemilu ulang.
"Kemudian, ada hasil Pilkada Bengkulu Selatan, yang menang didiskulifikasi, yang bawahnya langsung naik. Hasil Pilkada Kota Waringin Barat sama dengan Bengkulu Selatan; dan banyak lagi kasus di mana ada pemilihan ulang, terpisah, daerah tertentu, desa tertentu dan sebagainya," ujarnya lagi.
Mahfud juga menegaskan bahwa pada tahun 2008, istilah pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) muncul sebagai keputusan pengadilan di Indonesia.
Saat itu, Mahkamah Konstitusi (MK), tempat Mahfud menjadi hakim, mengadili perselisihan terkait Pilkada Jawa Timur antara Khofifah dan Soekarwo.
Penggunaan istilah TSM kemudian menjadi landasan untuk keputusan-keputusan lain dan secara resmi diakui dalam hukum pemilu.
Karena itu, TSM telah menjadi bagian dari yurisprudensi dan diatur dalam undang-undang (UU), peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), serta peraturan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Buktinya, banyak pemilu itu dibatalkan, didiskualifikasi. Saya menangani ratusan kasus, banyak. Ada yang diulang beberapa ini, ada yang dihitung ulang, dan sebagainya," ujarnya.
"Tergantung hakimnya punya bukti atau tidak atau kalau sudah punya bukti, menerima bukti, (hakimnya) berani apa tidak," kata Mahfud.
Baca Juga: Ungkap Kecurangan Pemilu 2024, TPN Ganjar-Mahfud Bakal Tempuh Jaluh Hukum hingga ke MK
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.