JAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah hasil quick count Pemilu 2024 mulai beredar di media sosial, istilah "silent majority" kembali mencuat menjadi perbincangan hangat.
Tak asing bagi dunia politik, istilah ini telah menjadi bagian dari narasi pemilihan umum di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Fenomena silent majority tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lainnya. Istilah ini muncul kembali ke permukaan ketika hasil quick count dari berbagai lembaga survei mulai diperbincangkan, terutama terkait dengan Pilpres 2024.
Banyak lembaga survei, seperti Poltracking Indonesia, Indikator, CSS Indonesia, dan lainnya, merilis hasil quick count mereka.
Mayoritas dari hasil tersebut menunjukkan bahwa keunggulan presentase suara bagi pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.
Ridwan Kamil, salah satu tokoh yang turut aktif dalam menyebarkan hasil quick count tersebut, memberikan pernyataan terkait fenomena silent majority.
Dalam unggahannya, ia menjelaskan bahwa bagaimana istilah ini menjadi relevan dengan situasi politik saat ini.
"Alhamdulilah. Rakyat sudah berbicara, apapun argumentasinya. Indonesia berkelanjutan, penyempurnaan untuk maju dan juara," tulis Ridwan Kamil di caption Instagram, Rabu (14/2).
Baca Juga: Kala Prabowo Dibonceng Motor saat Ziarah ke Makam Sang Ayah di TPU Karet Bivak
Lalu, apa itu sebenarnya Silent Majority?
Istilah "silent majority" yang berasal dari bahasa Inggris. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, secara harfiah berarti mayoritas yang diam.
Konsep ini pertama kali secara politis diperkenalkan oleh Warren Harding dalam kampanyenya pada 1919.
Sumber : Kompas TV, Tribun News
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.