JAKARTA, KOMPAS.TV- Pengamat Politik dari LIMA Indonesia Ray Rangkuti sebut film Dirty Vote bukan hanya merangkai fakta adanya dugaan kecurangan Pemilu 2024, tapi juga menjelaskan bagaimana alur menuju kemenangan yang tidak halal.
Menurut Ray, Dirty Vote menjadi petunjuk bagi ratusan juta pemilih yang merasa ada yang tidak beres dalam pemilu kali ini tetapi tak sepenuhnya yakin apalagi terungkap.
Demikian Ray Rangkuti merespons film Dirty Vote karya Dhandy Laksono, Senin (12/2/2024).
“Tayangan ini bukan saja merangkai fakta itu dan menempatkannya dalam sistemisasi akademis, tapi juga memberi penjelasan utuh,” ucap Ray.
“Bahwa semua cerita-cerita itu menuju satu alur yang sudah diatur, menggapai kemenangan dengan cara tidak halal. Satu pikiran yang menggurita di benak banyak orang.”
Baca Juga: Zulhas Respons Film Dirty Vote: Jaman Gini Mana Bisa Curang?
Oleh karena itu, ia menilai film Dirty Vote bukan hanya sekadar mewakili keresahan dan kegetiran rakyat tapi juga sebagai perlawanan.
“Melawan apa yang selama ini dipertontonkan dengan telanjang, keangkuhan kekuasaan, ketiadaan akhlak demokrasi dan penghormatan pada konstituai dan aturan. Semua, seperti dimonopoli, ditafsirkan sendiri sesuai dengan kepentingan ingin tetap berkuasa,” ucap Ray.
“Satu perlawanan yang ditunjukan dengan diam menikmati tayangan yang sebenarnya ekspresi awal dari sikap perlawanan publik itu.”
Menurut Ray, sikap perlawanan dari Masyarakat bisa menjadi besar jika tidak ada kearifan untuk menjawab atau merespons.
Baca Juga: PDI-P: Film Dirty Vote Merupakan Kritik Terhadap Jokowi
“Bila tidak ada kearifan untuk menjawabnya. Alih-alih sikap arif, tapi malah disikapi dengan keangkuhan. Misalnya dengan menyebut gerakan-gerakan moral itu, khususnya yang dilakukan oleh para sivitas akademika, sebagai partisan, tidak ilmiah, bahkan disertai ancaman-ancaman hukum. Bahwa gerakan-gerakan moral itu disebut sebagai tidak bermoral, ditandingi dengan puja puji pada kekuasaan. Yang kesemuanya hanya akan menambah kejengkelan rakyat,” jelas Ray Rangkuti.
“Dan bisa jadi, tanggal 14 kemarahan berikutnya akan terjadi. Berpalingnya pemilih untuk kembali ke nurani masing-masing. Nurani yang pasti menjunjung tinggi akhlak demokrasi.”
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.