JAKARTA, KOMPAS.TV - Menghitung hari menjelang pemungutan suara pemilihan umum (Pemilu) 2024, masyarakat yang memiliki hak pilih perlu mempersiapkan beberapa hal secara teknis maupun substansial agar mereka tidak kehilangan haknya dan dapat memilih calon pemimpin yang tepat.
Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menjelaskan bahwa proses pemungutan suara pada Pemilu 2024 sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penyelenggaraan pemilu sebelumnya. Namun, tantangan utamanya adalah tensi politik pada tahun 2024 agak berbeda dari sebelumnya.
”Sekarang tidak ada petahana dan belum ada calon presiden yang betul-betul dominan. Masih sangat kompetitif sebenarnya. Dengan situasi itu sangat mungkin tekanan kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam proses penghitungan suara sangat tinggi,” ucapnya dikutip dari Kompas.id, Senin (12/2/2024).
Untuk mengatasi hal ini, KPU dan jajaran harus memitigasi risiko-risiko yang ada sehingga KPPS dapat bekerja secara profesional.
Baca Juga: Tugas Di TPS, Petugas Kepolisian Tak Boleh Bawa Senjata
Fadli menjelaskan, masyarakat harus memastikan bahwa proses pemungutan dan penghitungan suara berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, sesuai dengan aturan perundangan dan petunjuk teknis. Selain itu, transparansi dalam penyelenggaraan pemilu juga harus dijaga.
Selain itu, calon pemilih juga dapat memanfaatkan waktu tersisa untuk mempertimbangkan siapa yang akan mereka pilih dengan melihat reputasi, rekam jejak, program kerja, dan kredibilitas calon yang akan dipilih.
Dalam hal administrasi, lanjut dia, penting bagi pemilih untuk memeriksa kembali di platform daring info pemilu di cekdptonline.kpu.go.id. Di sana, calon pemilih dapat mengetahui lokasi tempat pemungutan suara (TPS) di mana mereka akan memberikan suara.
”Misalnya TPS-nya nanti ada di gedung sekolah, gedung pertemuan desa, lapangan, atau tempat lainnya yang sudah dipersiapkan,” ujarnya.
Fadli juga menekankan pentingnya untuk membentengi diri dari praktik politik uang yang umumnya terjadi selama masa tenang seperti sekarang. Oleh karena itu, pemilih harus memasang batasan untuk menolak praktik politik uang.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, juga menyampaikan pentingnya untuk memastikan apakah calon pemilih sudah terdaftar. Menurut Kaka, calon pemilih perlu memeriksa daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DPK).
Kaka mencontohkan, ia mendapat laporan dari Sulawesi Tenggara, di daerah pertambangan, ternyata banyak orang dari luar daerah tidak memiliki KTP setempat, tetapi tidak masuk dalam DPTb. Di Jakarta juga masih banyak yang masih memegang KTP luar provinsi sehingga hal ini harus menjadi perhatian.
Sementara itu, Kaka juga menyinggung soal minimnya sosialisasi terkait regulasi kepada pemilih, padahal ada beberapa hal yang berubah, khususnya setelah pencoblosan. Saat ini animo masyarakat untuk mengetahui proses (penghitungan) cukup besar, bukan sekadar bagaimana mereka memilih.
Menurut Kaka, banyak pertanyaan kepada pemantau tentang proses setelah pencoblosan. Salah satunya ialah kurangnya sosialisasi terkait Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap), seolah proses ini hanya konsumsi informasi untuk peserta dan penyelenggara pemilu. Padahal, masyarakat perlu tahu.
”Kemarin kami melakukan pelatihan saksi. Ternyata tidak begitu banyak tahu juga mereka tentang Sirekap, padahal ini sangat luar biasa perubahannya. Sebab, dari Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara) ke Sirekap bukan sekadar perubahan sistem, melainkan perubahan mendasar,” katanya.
Kata Kaka, Sirekap bukan sekadar alat publikasi, melainkan alat pembanding. Bahkan, Sirekap bisa menjadi acuan untuk rekapitulasi selanjutnya.
Baca Juga: Bawaslu Sulsel Catat 43 Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu
Sumber : Kompas TV, Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.