JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahfud MD menyatakan bahwa ia sering menggunakan pers sebagai 'pemukul' saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam. Mahfud sendiri sudah bertemu Presiden RI Joko Widodo untuk menyerahkan surat pengunduran diri, Kamis (1/2/2024).
Usai bertemu Jokowi di Istana Negara, Mahfud pun menggelar konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta. Cawapres Ganjar Pranowo itu berterima kasih kepada jurnalis yang menurutnya membantu tugas-tugasnya sebagai Menko Polhukam.
"Gaya kerja saya itu pemukulnya justru saya selalu menggunakan wartawan, karena mukul sendiri nggak bisa kalau ada orang nakal itu. Kalau ada pejabat nakal, sulit saya hadapi sendiri. Berkoordinasi ke sana macet, berkoodinasi ke sana macet,” kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam RI, Kamis (1/2).
Baca Juga: Bertemu Jokowi untuk Mundur, Mahfud: Kita Bicara Hati ke Hati, Tidak Ada Ketegangan
Kata Mahfud, sebagai Menko Polhukam, ia kerap melempar isu ke publik untuk memperlancar kerjanya. Ia mengaku kerjanya terbantu jika suatu kasus “dikeroyok rakyat”.
"Karena kalau macet, tidak bisa saya atasi, saya lempar ke atas agar rakyat yang mengeroyok lalu kembali ke saya, bisa saya selesaikan. Itu yang saya lakukan dalam banyak aksus, menyelesaikan masalah-masalah dalam tugas Kemenko Polhukam ini,” katanya.
Mahfud menambahkan, penting bagi Kemenko Polhukam untuk dekat dengan wartawan demi kerja-kerja kementerian tersebut.
Akademisi Universitas Islam Indonesia ini pun mengaku meninggalkan tiga PR besar di Kemenko Polhukam. Ketiga masalah yang belum selesai itu adalah utang BLBI, penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, serta wacana RUU Mahkamah Konstitusi.
Selama menjabat, Mahfud mengaku telah mengembalikan Rp35,7 triliun dari total Rp111 triliun utang BLBI yang tercatat. Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah mesti menagih lebih lanjut utang BLBI yang merupakan dan selewengan.
Kemudian, mengenai 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, Mahfud mengaku sudah menyelesaikan secara nonyudisial. Namun, ia menyebut pemrosesan para pelaku pelanggaran HAM berat sulit.
"Pelanggaran HAM berat masa lalu, ada 12, itu secara hukum sangat sulit. Itu biar hukumnya berjalan, nanti dibicarakan oleh pemerintah atau Kemenko Polhukam berikutnya, tapi yang sudah diselesaikan Kemenko Polhukam penyelesaian nonyudisial, yaitu yang khusus untuk korban, bukan pelaku,” kata Mahfud.
Baca Juga: 8 Pegawai Kemenkeu Dipecat Buntut Kasus Transaksi Janggal Rp349 Triliun
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.