JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut pemakaian singkatan asing pada debat calon wakil presiden (cawapres) menunjukkan pihak tim Prabowo-Gibran tak siap secara substantif dan memanfaatkan celah aturan.
Bivitri menyoroti Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang menggunakan istilah asing State of the Global Islamic Economy (SGIE) saat bertanya kepada Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dalam debat cawapres pada 22 Desember 2023 lalu.
"Debat (Cawapres) kemarin jadi seperti menjatuhkan untuk hal yang tidak substantif. Saya yakin sekali, seandainya SGIE ditanyakan lebih lengkap soal ekonomi syariah, pasti akan bisa dijawab. Tapi kan seperti menjebak betul dengan bahkan mengucapkan SGIE-nya dengan bahasa Indonesia," jelas Bivitri dalam program Kompas Malam, Kamis (28/12/2023).
Ia menilai, pertanyaan berupa singkatan asing yang tak dijabarkan secara lebih lanjut tersebut menunjukkan ketidaksiapan kandidat untuk berdebat secara substantif.
"Menurut saya, itu karena ada pihak-pihak yang tidak terlalu siap untuk berdebat secara substantif, sehingga mereka akan memanfaatkan lubang-lubang dalam aturan," terangnya.
Baca Juga: Bawaslu Batal Panggil Gibran Soal Dugaan Pelanggaran Kampanye, Janji Umumkan Keputusan Jumat
Bivitri mengaku mendengar penjelasan Tim Prabowo-Gibran yang menggunakan celah yang tak diatur dalam aturan debat yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Mereka memang alasannya atau berdalihnya di balik ketiadaan aturan. Jadi mereka bilang 'memang nggak diatur, kalau nggak dilarang kan diperbolehkan?'. Akhirnya mereka menggunakan celah seperti itu," ujarnya.
Menurut Bivitri, langkah KPU untuk menambah aturan debat dalam Pemilu Capres dan Cawapres (Pilpres) 2024 sudah tepat.
"Ada paslon tertentu yang tidak mempedulikan etik, jadinya semuanya harus dibuat secara eksplisit, jadi ini (aturan menjelaskan kepanjangan dari singkatan asing -red) perlu," tuturnya.
Menurut Bivitri, saling menjatuhkan dalam debat adalah hal wajar. Asal, menjatuhkan dalam konteks gagasan.
"Tapi memang antar-capres-cawapres itu saling menjatuhkan tidak apa-apa, karena toh menjatuhkannya menjatuhkan gagasan," ujarnya.
Ia juga menilai bahwa gestur atau perilaku Gibran saat berdebat, yang mengajak pendukungnya bersorak, biasa dilakukan peserta debat untuk membuat lawan debat mereka kesal.
"Kemarin Gibran itu gesturnya masih menyemangati penontonnya, mengesalkan dan akibatnya bisa menjatuhkan mental (lawan -red), itu biasa," kata dosen Ilmu Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu.
Baca Juga: TPN Ganjar-Mahfud Sebut Prabowo Jualan Nama Jokowi dan Tidak Tawarkan Gagasan untuk Pilpres 2024
Sumber : Kompas TV/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.