JAKARTA, KOMPAS.TV – SETARA Institute for Democracy and Peace & International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) merekomendasikan tujuh poin untuk kepemimpinan nasional baru.
Poin pertama rekomendasi tersebut adalah Presiden RI Joko Widodo mengakselerasi adopsi instrumen hak asasi manusia (HAM) internasional.
“Presiden Jokowi mengakselerasi adopsi instrumen HAM internasional melalui ratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture dan pengesahan RUU Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa,” demikian disampaikan SETARA Institute melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.TV, Minggu (10/12/2023).
Rekomendasi kedua adalah segera mencetak legacy di bidang HAM, di antaranya melalui penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang belum terealisasi dan menimbulkan pelanggaran HAM, akselerasi penyelesaian yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk penuntasan kejahatan pembunuhan atas Munir Said Thalib.
Baca Juga: Debat Cawapres Ditiadakan, SETARA Institute: KPU Dicurigai Tunduk pada Intervensi Politik Eksternal
Selanjutnya, merekomendasikan kepemimpinan nasional baru menjadikan HAM sebagai basis penyusunan perencanaan pembangunan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
“Dengan indikator-indikator yang presisi dan berbasis pada disiplin hak asasi manusia.”
Rekomendasi keempat adalah memperkuat dukungan kebijakan yang mengikat sektor bisnis dan dukungan penganggaran yang signifikan untuk pengarusutamaan bisnis dan HAM sebagai instrumen perwujudan kesetaraan akses.
“Terutama hak atas tanah untuk mencegah keberulangan kasus pelanggaran HAM pada sektor bisnis.”
Selanjutnya, memastikan perencanaan pembangunan yang inklusif dan memastikan semua entitas warga negara memperoleh jaminan pemajuan kesejahteraan tanpa diskriminasi.
Kepemimpinan nasional baru juga direkomendasikan untuk mengadopsi dan memastikan tata kelola yang inklusif (inclusive governance) dalam menangani intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Hal itu untuk mewujudkan inclusive society yang memiliki ketahanan atau resiliensi dari virus intoleransi dan radikalisme.
Rekomendasi selanjutnya adalah mengagendakan pembahasan RUU yang kontributif pada pemajuan HAM.
“Seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Sistem Pendidikan Nasional serta melakukan tinjauan ulang terhadap regulasi dan kebijakan yang kontra-produktif pada pemajuan HAM seperti UU Cipta Kerja dan UU Perubahan Kedua UU ITE.”
Dalam keterangan tersebut SETARA Institute juga menyoroti sembilan janji Presiden Jokowi terhadap masyarakat adat.
Baca Juga: Setara Institute: Jokowi Sengaja Lantik Agus Subiyanto KSAD Hanya untuk Syarat Jadi Panglima TNI
Menurut mereka, alih-alih menepati janji, eskalasi konflik di atas wilayah adat justru semakin terjadi.
“Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mencatat masih ada 23,17 juta hektar atau sekitar 86,1% wilayah adat yang saat ini masih belum mendapat pengakuan oleh pemerintah daerah,” tertulis dalam keterangan tersebut.
Regulasi melalui Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 2021, menurut SETARA Institute justru akan menerbitkan Hak Pengelolaan (HPL) di atas tanah ulayat.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.