JAKARTA, KOMPAS.TV- Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) telah ditetapkan di 28 provinsi, 10 Provinsi belum menetapkan UMP, dan 2 provinsi UMP tidak sesuai dengan regulasi. Penetapan UMP selalu menyisakan polemik di tengah publik.
Direktur Riset Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Indra L Nainggolan mengatakan polemik yang selalu muncul dalam penetapan UMP dipicu oleh ketidaksinkroninan aspirasi yang muncul antara buruh, pengusaha, dan pemerintah. “Polemik ini dapat dihindari dengan duduk bersama antara pemerintah, pengusaha dan buruh,” kata Indra lewat rilis di Jakarta, Rabu (22/11/2023).
Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya ini menyebutkan ketentuan dalam PP No 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP No 36/2021 tentang Pengupahan menjadi dasar pengaturan penguapan. Aturan tersebut kata Indra, berdasarkan UU No 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja.
“Kita tahu teman-teman buruh salah satu kelompok yang kritis atas keberadaan UU Cipta Kerja,” ujar Indra.
Baca Juga: Kemnaker Ungkap Alasan Kenaikan UMP Tak Tinggi
Indra menyarankan dalam merespons polemik UMP dapat diurai dengan melakukan perubahan aturan yang melibatkan pelbagai pihak untuk dijadikan acuan bersama dalam penetapan UMP.
“Regulasi yang memberi ruang yang sederajat kepada pelbagai pihak yakni buruh, pengusaha dan pemerintah dengan prinsip dasar musyawarah,” tandas Indra.
Dia menyebutkan, salah satu poin krusial dalam PP 51Tahun 2023, terkait UMP yang tidak mengatur batas minimum. Dasar perhitungan UMP dengan pertimbangan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
"Ini berpotensi penetapan UMP tidak menentu. Ini perlu menjadi perhatian bersama," tambah Indra.
Baca Juga: Daftar Lengkap Besaran UMP 2024 di 34 Provinsi, Mana yang Paling Tinggi?
Terkait dua provinsi yang dinilai melanggar ketentuan UMP, Indra mendorong pemerintah pusat agar melakukan koreksi terhadap provinsi yang belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Provinsi yang dinilai melanggar ketentuan UMP agar dikoreksi oleh Pemerintah Pusat, karena memang memiliki ruang untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pemerintah provinsi,” tutup mahasiswa program Doktor Ilmu Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya itu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.