JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Konstitusi (MK) akan membahas kelanjutan perkara nomor 141/PUU-XXI/2023 yang "menguji ulang" syarat usia minimum capres-cawapres dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Ketua hakim panel yang menangani perkara tersebut, Suhartoyo yang juga merupakan Ketua MK, menyebut akan membahas perkara itu ke RPH hari ini.
"Ini kami nanti mau saya bawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim besok supaya tidak dalam waktu yang terlalu lama," kata Suhartoyo dalam sidang lanjutan beragendakan perbaikan permohonan, Senin (20/11/2023).
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Suhartoyo setelah kuasa hukum penggugat, Viktor Santoso Tandiasa, menyebut perlu ada penyesuaian dalam petitum yang ada di dokumen perbaikan permohonan.
Ia mengajukannya sebagai renvoi, dan Suhartoyo mempersilakan untuk memperbaiki kembali petitum itu sesuai keinginan penggugat, yakni syarat usia capres-cawapres minimum "40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah pada tingkat provinsi yakni gubernur dan/atau wakil gubernur".
Menurut Viktor, perbaikan petitum itu disesuaikan dengan alasan berbeda (concurring opinion) hakim pada putusan usia capres-cawapres terdahulu, yakni Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Baca Juga: Suhartoyo Bertekad Kembalikan Kepercayaan Publik pada Mahkamah Konstitusi
"Nanti kami laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim termasuk petitumnya pun minta direnvoi," lanjut Suhartoyo, dikutip Kompas.com.
Meski menyebutakan membahas perkara itu dalam RPH, tidak dijelaskan agenda RPH tersebut, apakah majelis hakim akan langsung memutus perkara, atau melanjutkannya ke sidang pemeriksaan.
Suhartoyo hanya meminta agar penggugat dan Viktor menunggu pemberitahuan lanjutan dari kepaniteraan terkait kelanjutan perkara.
Baca Juga: MK Jadwalkan Sidang Pengujian Kembali Usia Capres-Cawapres Hari Ini, Ramai Desakan Segera Diputus
Sebelumnya diberitakan, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana (23), mengajukan gugatan tersebut dengan regitrasi nomor perkara 141/PUU-XXI/2023.
Gugatan tersebut, menurut Brahma perlu diajukan karena Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terbukti lahir dengan melibatkan pelanggaran etika berat eks Ketua MK Anwar Usman sebagaimana putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada 7 November lalu.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.