JAKARTA, KOMPAS.TV — Brahma Aryana selaku pemohon pengujian kembali kembali Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) berharap hakim menjatuhkan putusan pascasidang kedua.
Pihak MK telah menjadwalkan sidang kedua pengajuan kembali Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu tersebut, dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023.
Mengutip pemberitaan Kompas.id, berdasarkan surat panggilan sidang yang dikirimkan oleh Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK), perkara itu kembali disidangkan pada Senin (20/11/2023) dengan agenda perbaikan permohonan.
Surat panggilan sidang tersebut ditandatangani oleh Panitera MK Muhidin.
Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum pemohon, Sabtu (18/11/2023), membenarkan adanya agenda sidang tersebut dan berharap MK langsung menjatuhkan putusan setelah sidang tersebut.
Ia berpendapat MK tidak perlu lagi mendengarkan keterangan dari para pihak seperti pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Baca Juga: Ditanya Soal Rapor Hukum Jokowi Usai Kasus di MK, Ganjar: Jeblok, Nilai 5 dari 10
”Kami akan memberi penekanan supaya (perkara) segera diputus. Permohonan juga sudah kami rombak,” kata Viktor.
Sebelumnya Viktor juga telah meminta agar pengujian kembali Pasal 169 huruf q UU Pemilu pascaputusan nomor 90/PUU-XXI/2023 dilakukan dengan hukum acara cepat.
Bahkan awalnya ia berharap MK dapat memutuskan usai sidang pertama dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dilaksanakan.
Dalam gugatan terebut, Brahma Aryana mempersoalkan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sudah diberi makna baru oleh putusan perkara Nomor 90.
Kini, pemaknaan pasal tersebut adalah ”Syarat capres dan cawapres adalah berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Baca Juga: Suhartoyo Ketua MK Baru, Begini Harapan Anies dan Ganjar untuk Mahkamah Konstitusi
Pemohon meminta agar MK menyatakan bahwa pasal dengan makna baru tersebut bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai ”melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”.
Pemaknaan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang baru dalam Putusan 90 menurut pemohon adalah inkonstitusional.
Sebab, putusan itu hanya didasarkan pada suara tiga hakim konstitusi dari lima hakim yang dibutuhkan.
Sumber : Kompas.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.