JAKARTA, KOMPAS.TV - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD meminta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi berat kepada hakim MK yang terbukti melanggar etik.
Pernyataan tersebut disampaikan pada hari yang sama dengan pemeriksaan tiga hakim MK yaitu Ketua MK Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih oleh MKMK, hari ini, Selasa (31/10/2023).
"Kami berharap prosesnya bisa berjalan dengan baik, majelis MKMK bisa menjaga independensi dan tegas dalam mengambil keputusan. Artinya kalau memang terbukti, tentu sanksi yang berat harus dijatuhkan," kata juru bicara (jubir) TPN Ganjar-Mahfud, Tama Satrya Langkun, di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat.
Ia menyatakan, laporan dari berbagai guru besar dan koalisi masyarakat sipil terkait dugaan pelanggaran etik oleh hakim MK merupakan upaya menjaga konstitusi dari "pembegalan yang merusak tatanan demokrasi."
"Proses MKMK, kemudian juga laporan dari pada guru besar itu adalah upaya untuk menjaga MK untuk kembali kepada jalannya, menegakkan konstitusi," ujarnya.
"Karena kalau kemudian MK itu rawan dengan intervensi, tentu yang dirugikan adalah banyak sekali warga negara yang hak konstitusinya terganggu," sambungnya.
Baca Juga: Anwar Usman Diperiksa Majelis Kehormatan MK Secara Tertutup Terkait Pelanggaran Kode Etik
Tama menerangkan, pihaknya berharap agar proses pemeriksaan terhadap hakim MK itu bisa berjalan lebih cepat karena berkaitan dengan momentum Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024.
"Proses yang berjalan tidak bisa bertele-tele, harus cepat," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, MKMK memeriksa hakim sekaligus Ketua MK Anwar Usman atas dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan berbagai pihak.
Menurut Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, ada 18 laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK yang masuk ke MK.
"Dari 18 itu ada 6 issue (pokok persoalan, -red), kemudian ada 9 terlapor, tapi yang paling pokok, yang paling utama, yang paling banyak itu Pak Anwar Usman," jelasnya kepada wartawan, Senin (30/10/2023), dikutip dari tayangan Kompas TV.
Salah satu pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim MK ialah Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) periode 2011 - 2014 pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Baca Juga: Alasan Jimly Sidang Etik Ketua MK Anwar Usman Tertutup
Denny meminta MKMK memberhentikan Anwar Usman secara tidak hormat. Sebab, menurut dia, hakim MK yang memiliki kepentingan dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan materi gugatan, seharusnya tidak terlibat dalam proses hukumnya.
Dia mengatakan seharusnya Anwar mundur setelah mengetahui gugatan uji materi terkait batas usia capres dan cawapres dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023, berkaitan dengan keluarganya yaitu Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan putranya, Gibran Rakabuming Raka.
Seperti diketahui, Anwar menikah dengan adik perempuan Jokowi, Idayati, pada 26 Mei 2022 lalu.
"Di dalam Peraturan MK Nomor 9 tahun 2006 terutama butir 5 huruf b, dengan jelas disampaikan bahwa hakim konsitusi harus mundur jika ada benturan kepentingan dalam penanganan perkara yang terkait keluarganya," kata Denny secara daring dalam sidang pelanggaran kode etik hakim MK di Gedung MK II, Jakarta, Selasa (31/10).
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.