JAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) telah terbentuk setelah adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi.
Ada tiga nama yang ditetetapkan sebagai Majelis Kehormatan MK, yakni mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, mantan anggota Dewan Etik MK Bintan Saragih, dan hakim MK Wahiduddin Adams.
Menkopolhukam Mahfud MD tidak berharap banyak dalam persidangan dugaan pelanggaran etik hakim MK.
Sebab kadangkala tokoh yang akan menjadi majelis itu terkadang bisa direkayasa juga.
Di sisi lain putusan MK terkait uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat lantaran di MK tidak ada upaya hukum lanjutan.
Menurut Mahfud yang juga mantan ketua MK, ada beberapa asas yang dilanggar dalam putusan tersebut.
Salah satunya hakim yang memutuskan perkara memiliki keterkaitan ikatan keluarga.
Baca Juga: MK Terima 7 Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Hakim, Bentuk Majelis Kehormatan Terdiri dari 3 Anggota
Namun dirinya tetap menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Kehormatan MK untuk mendalami adanya keterikatan hubungan hakim dengan perkara yang diputuskan.
"Keputusan ini bisa saja terjadi jika situasi pengembangan dan pembangunan hukum masih seperti sekarang, tapi ini jadi pelajaran bagi kita semua agar ke depan itu tidak boleh terjadi lagi," ujar Mahfud acara bincang-bincang di kawasan Blok M, Jakarta, Senin (23/10/2023). Dikutip dari Kompas.com.
Adapun tiga nama yang ditetetapkan sebagai Majelis Kehormatan MK, yakni mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mewakili unsur tokoh masyarakat.
Mantan anggota Dewan Etik MK Bintan Saragih mewakili akademisi, sedangkan Hakim MK Wahiduddin mewakili hakim konstitusi yang masih aktif.
Uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia Capres dan Cawapres diajukan oleh Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru.
Baca Juga: Respons Ganjar Soal Rencana Prabowo Temui Megawati Usai Deklarasi Gibran Cawapres
Dalam putusannya MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan, 'berusia paling rendah 40 tahun' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.