JAKARTA, KOMPAS TV - Wali Kota Bogor Bima Arya menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan kepala daerah untuk maju sebagai capres atau cawapres ibarat sebuah jalan pintas bagi mereka yang ingin maju di Pilpres 2024.
Diketahui, MK mengeluarkan keputusan yang membolehkan kepala daerah untuk maju di pesta demokrasi, meski belum berusia 40 tahun.
"Putusan MK ibarat jalan tol bagi jalur kepemimpinan nasional dari kepala daerah," tulis Bima dalam akun Instagram pribadinya @bimaaryasugiarto yang dikutip Selasa (17/10/2023).
Baca Juga: Ganjar Tak Ambil Pusing soal Putusan MK yang Buka Peluang Gibran Jadi Bakal Cawapres
"Kepala daerah yang memiliki pengalaman dan berprestasi bisa maju jadi (bakal) capres atau cawapres, berapapun usianya dan berapa lama pun masa jabatannya," sambungnya.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai, putusan itu seperti proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
"Ada jalur prestasi yang memungkinkan anak-anak yang memiliki prestasi, masuk di sekolah favorit atau unggulan," ujarnya.
"Pertanyaannya adalah gimana mengukur prestasi dan pengalaman? Apa ukurannya cukup pengalaman? Karena di jalur prestasi PPDB pun banyak catatan persoalan mengenai ukuran prestasi," katanya.
Menurut dia, dengan adanya putusan MK tersebut mengharuskan partai politik (parpol) untuk segera melakukan pembenahan dan mempersiapkan para kadernya.
"Ini juga berarti partai politik harus gas berbenah. Demokrasi internal harus sehat, supaya semua kader berprestasi punya kesempatan yang sama untuk dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden," katanya.
Sebelumnya, MK menerima uji materi yang diajukan seorang mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqibbirru Re A. terkait batasan usia capres-cawapres dalam pasal 169 huruf q UU Pemilu. Perkara itu bernomor 90/PUU-XXI/2023.
Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
"Mengadili. Satu, mengabulkan permohononan pemohon untuk sebagian. Dua, menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 610 yang menyatakan, "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melaluli pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Senin (16/10/2023).
Baca Juga: [FULL] Utak-Atik Aturan, Demi Gibran? Jilid 2 | Dua Arah
"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah," kata Anwar.
"Tiga, memerintahkan permuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," sambungnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.