JAKARTA, KOMPAS.TV- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti sebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) akan menjadi skenario terburuk dalam kacamata demokrasi, jika mengabulkan gugatan soal batas usia minimum capres dan cawapres hingga syarat alternatif.
Demikian Bivitri Susanti mengatakan dalam dialog Sapa Indonesia Pagi KompasTV yang mengangkat tema “Batasan Umur Capres-Cawapres Isu Konstitusional?”, Kamis (12/10/2023).
“Skenario yang terburuk dalam kacamata demokrasi adalah MK akan langsung memutus dikabulkan atau yang lainnya yang sifatnya menguntungkan pemohon dan kemudian ia akan mengatakan langsung berlaku saat itu juga,” ucap Bivitri.
“Artinya itu tidak perlu lagi ada proses di DPR, jadi bisa langsung diterapkan dan para politisi, terutama elit politik partai-partai politik bisa langsung membuat skenario, supaya orang yang di bawah usia 40 tahun bisa menjadi pasangan cawapres untuk didaftarkan 3 hari kemudian, itu langsung.”
Baca Juga: Bivitri: MK Mungkin Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Polanya Sudah Tak Sesuai Teori
Dalam dialog, jurnalis KompasTV Adisti Larasati mengonfirmasi kepada Bivitri apakah mungkin MK mengabulkan gugatan soal batas usia minimum capres dan cawapres hingga syarat alternatif.
Bivitri dengan gamblang menyatakan kemungkinan tersebut sangat mungkin dilakukan oleh MK.
“Mungkin terjadi, kita benar-benar tergantung pada Mahkamah Konstitusi di titik ini, makanya saya kira ini penting sekali mengingatkan MK betapa krusialnya ini untuk demokrasi Indonesia ke depannya,” ujar Bivitri.
Apalagi jika mengacu pada sejarah, kata Bivitri, MK tercatat sudah 7 kali menolak gugatan soal batasan umur capres-cawapres.
“Sudah tujuh putusan yang terkait batas usia mereka juga selalu konsisten bilang, oh batas usia itu bukan itu konstitusional, jadi harus diselesaikannya melalui pembentukan undang-undang,” jelas Bivitri.
Baca Juga: MK Gelar Sidang Putusan Uji Materi Batas Usia Capres Cawapres Senin Pekan Depan
“Nah itu yang dikatakan Open legal Policy atau kebijakan hukum terbuka, karena kita harus ketat untuk melihat bahwa mahkamah konstitusi itu lembaga yudikatif. Kita jangan tukar-tukar nih karena isunya hot dan mungkin banyak yang ingin anak muda maju terus langsung merasa ya sudah langsung diubah saja oleh MK.”
Padahal, sambung Bivitri, dalam bernegara panduannya undang-undang Dasar 1945.
“Jelas MK itu lembaga yudikatif yang tidak membuat pasal baru dalam undang-undang apalagi tidak ada kaitannya langsung dengan konstitusi,” ujarnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.