JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tatanegara Bivitri Susanti buka suara terkait anggapan sebagian masyarakat mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai sebagai "Mahkamah Keluarga".
Bivitri menyebut, plesetan itu banyak beredar terutama di media sosial karena publik melihat adanya upaya paksaan terhadap MK untuk mengabulkan gugatan mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut Bivitri, publik melihat dengan jelas bahwa gugatan tersebut berkaitan dengan wacana pencalonan Wali Kota Solo/Surakarta Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal cawapres.
"Kita bisa membaca dengan terang, yang sedang masuk bursa itu cuma satu nama, yang dibawah usia 40, yaitu Gibran," kata Bivitri pada program Kompas Petang di KompasTV, Selasa (10/10/2023).
Ia menyoroti, tudingan "Mahkamah Keluarga" itu muncul terutama karena Ketua MK saat ini, Anwar Usman, merupakan paman Gibran atau adik ipar Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"MK itu sekarang jadi 'Mahkamah Keluarga', karena kita tahu pamannya Gibran adalah ketua MK," ujarnya.
Baca Juga: Pakar Hukum Sebut MK Mestinya Tak Putuskan Batas Usia Capres-Cawapres: Itu Tugas DPR dan Pemerintah
Ia pun menilai bahwa langkah MK untuk memberikan putusan atas gugatan tersebut sangat tidak etis dan tidak lazim.
"Saya kira ini suatu langkah yang sebenarnya tidak etis dalam hal memaksakan ada perubahan sistem ketatanegaraan secara mendadak melalui sebuah institusi negara dengan cara yang tidak lazim," jelasnya.
"Ini sangat tidak lazim dan tidak konsisten kalau MK sudah mengabulkan tapi untuk kepentingan satu orang," imbuhnya.
Menurut pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini, upaya memaksa MK untuk memberikan putusan atas gugatan batas usia capres dan cawapres tersebut merupakan perusakan atas sistem ketatanegaraan.
"Jadi dengan meng-gol kan seperti ini, mendorong menggunakan segala cara, yang saya khawatirkan, sistemnya jadi rusak, MK-nya juga berkurang legitimasinya karena dia makin diolok-olok," tegasnya.
MK, kata Bivitri, seharusnya tidak menerima gugatan soal batas usia capres-cawapres ini.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.