JAKARTA, KOMPAS.TV - Koalisi besar yang ada di tubuh Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) tidak menjamin sebuah kemenangan dalam pemilihan presiden.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menjelaskan, berkaca pada Pemilu 2004, saat menjadi cawapres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pasangan capres-cawapres hanya didukung oleh Partai Demokrat, dan didukung oleh PBB dan PKPI.
Namun bisa tembus ke putaran kedua mengalahkan paslon capres-cawapres lain yang didukung oleh koalisi partai besar.
Di putaran kedua, koalisi partai yang mendukung dan mengusung SBY-JK juga tidak sebanyak paslon Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi, namun bisa memenangkan Pilpres dengan perolehan 60 persen suara nasional.
Menurutnya, dalam pemilihan calon presiden, masyarakat tidak lagi melihat partai yang mendukung dan mengusung, melainkan sosok yang ditawarkan sebagai kepala negara.
Baca Juga: Alasan Jusuf Kalla Pesimis Prabowo Menang, Usai Partai Pengusung Bertambah
"Yang memilih kan rakyat. Partai yang mengusulkan, yang memilih (tetap) rakyat. Terserah rakyat bagaimana, rakyat ada yang ikut partainya, ada juga yang tidak. Selama ini begitu," ujar JK di Markas PMI Pusat, Jakarta Selatan, Senin (14/8/2023).
"Jadi tidak ada jaminan (menang pilpres), sama dengan saya waktu 2004," sambung JK.
Lebih lanjut, JK menilai tugas partai di Pilpres 2024 nantinya yakni meyakinkan pemilih terhadap bakal capres dan cawapres yang didukung.
Hal ini berkaca dari pilpres sebelumnya, yakni faktor kemenangan bukan lagi bergantung pada koalisi besar, melainkan pada tokoh yang diusung sebagai bakal capres dan cawapres.
"Pengalaman saya dengan Pak Wiranto dulu (Pilpres 2009), kalau dihitung-hitung jumlah suara (partai) itu lebih 20 persen. Tapi hanya dapat suara (pemilih) 14 persen, tidak simetris. Jadi tergantung tokoh. Kalau sudah masuk ke pemilu itu, orang tidak lagi melihat partainya, orang (rakyat) melihat orangnya," ujar JK.
Baca Juga: Kata PDIP Soal Isu Jokowi Terlibat Dalam Koalisi Besar yang Dukung Prabowo di Pemilu 2024
Sebelumnya, KKIR mendapat anggota baru, yakni Golkar dan PAN. Kedua partai tersebut resmi bergabung dengan KKIR untuk mendukung Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Jika ditotal, kekuatan sementara suara kursi di parlemen dalam KKIR sebagai pendukung Prabowo mencapai 46,09 persen. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara sah nasional.
Sedangkan kekuatan sementara PDIP-PPP yang mendukung Ganjar Pranowo sebagai bakal capres yakni 25,26 persen kursi di DPR.
Kemudian kekuatan sementara suara kursi di parlemen dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mendukung Anies Baswedan sebagai bakal capres sebesar 28,35 persen.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.