JAKARTA, KOMPAS.TV - Kejaksaan Agung atau Kejagung kembali menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pertambangan nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengungkapkan identitas kedua orang yang baru ditetapkan sebagai tersangka itu.
Mereka adalah Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM yang juga mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan Batu Bara adalah SM, serta EVT yang merupakan evaluator RKAB pada Kementerian ESDM.
Baca Juga: Momen Luhut Bikin Heran Wartawan The New York Times saat Jelaskan Hilirisasi Nikel
"Sampai saat ini (kejagung) sudah menetapkan 7 tersangka," kata Ketut dikutip dari Kontan.co.id, Selasa (25/7/2023).
Ketut menjelaskan mengenai kerugian negara dalam perkara tersebut diperkirakan mencapai Rp 5,7 triliun.
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sebelumnya juga sudah menetapkan Windu Aji Sutanto (WAS) selaku Pemilik PT Lawu Agung Mining sebagai tersangka dalam kasus ini.
Adapun kasus dugaan korupsi pertambangan nikel di wilayah IUP PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, itu berawal dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara.
Tersangka WAS selaku pemilik PT Lawu Agung Mining adalah pihak yang mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel tersebut.
Baca Juga: 5,3 Ton Bijih Nikel Diselundupkan, Luhut: dengan Digitalisasi, Tidak Ada yang Tidak Bisa Dilacak
Modus Kejahatan
Modus operandi tersangka WAS yaitu dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo.
Jadi, seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.
Kejahatan ini berlangsung secara berlanjut karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh pihak PT Antam.
Berdasarkan perjanjian KSO, semua ore nikel hasil penambangan di wilayah IUP PT Antam seharusnya diserahkan kepada PT Antam, sementara PT Lawu Agung Mining hanya mendapat upah selaku kontraktor pertambangan.
Namun yang terjadi justru PT Lawu Agung Mining mempekerjakan 39 perusahaan pertambangan sebagai kontraktor untuk melakukan penambangan ore nikel dan menjual hasil tambang menggunakan Rencana Kerja Anggaran Biaya asli tapi palsu.
Baca Juga: Negara Rugi Rp575 Miliar, Luhut Minta KPK Lacak Pelaku Ekspor 5 Juta Ton Bijih Nikel Ilegal ke China
Sumber : Kontan.co.id
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.