Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK, Dian Patria, mengatakan kerugian itu timbul dari ekspor ilegal bijih nikel sepanjang 2020 hingga Juni 2022.
“Ya (dugaan kerugian negara sementara Rp 575 miliar) dari Januari 2020 sampai dengan Juni 2022,” ujar Dian dikutip dari Kompas.com, Jumat (23/6/2023).
Dalam data yang dikirimkan Dian terdapat perbedaan ekspor bijih nikel berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan laman Bea Cukai China, http://stats.customs.gov.cn/indexEn.
Baca Juga: Geledah 3 Tempat di Batam, KPK Dapati Ada Pihak yang Halangi Penyidikan Kasus Adhi Pramono
Dian menuturkan, terdapat selisih nilai ekspor bijih nikel ke China sebesar Rp14.513.538.686.979,60 (Rp14,5 triliun) sepanjang 2020 hingga Juni 2022.
KPK menduga selama dua setengah tahun itu, terdapat selisih royalti dan bea keluar sebesar Rp575.068.799.722,52 atau Rp575 miliar.
Rincian selisihnya adalah Rp327.866.721.117,38 (Rp327,8 miliar) pada 2020; Rp106.085.151.726,89 (Rp106 miliar) pada 2021; dan Rp141.116.926.878,25 (Rp141,1 miliar) pada Januari hingga Juni 2022.
Menurut Dian, berdasarkan data di situs Bea Cukai China, negeri tirai bambu itu mengimpor 3.393.251.356 kilogram biji nikel dari Indonesia dengan nilai 193.390.186 dollar Amerika Serikat (AS).
Kemudian, 839.161.249 kilogram bijih nikel dari Indonesia dengan nilai 48.147.631 dollar AS pada 2021. Selanjutnya, China mengimpor 1.085.675.336 kilogram nikel ore dari Indonesia pada 2022.
Baca Juga: Dugaan Korupsi Pengadaan HGU Lahan Tebu, KPK Geledah Kantor PTPN XI Surabaya
Aktivitas ekspor tersebut menjadi ilegal karena sejak 2020, pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih nikel sebagai salah satu langkah hilirisasi sektor pertambangan.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.